Dana Moneter Internasional (IMF) telah meminta maaf kepada pemerintah Indonesia setelah sebelumnya mengkritik kebijakan hilirisasi yang menjadi salah satu proyek utama Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan kabar permintaan maaf tersebut. Bahlil mengatakan bahwa telah terjadi kekeliruan interpretasi di media terkait pernyataan IMF.
Beberapa waktu lalu, IMF secara tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan penghapusan bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain. IMF meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisis biaya dan manfaat karena dianggap merugikan Indonesia. Bahlil menganggap pesan IMF sangat jelas dan menilai adanya intervensi terhadap Indonesia.
Bahlil juga menyebutkan bahwa pemilihan presiden (pilpres) menjadi situasi yang rawan, dimana pihak-pihak yang tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah akan berusaha mempengaruhi partai politik dan calon presiden. Bahlil berpendapat bahwa hal ini berpotensi mengganggu nasionalisme yang sejati.
Bahlil menambahkan bahwa ada pihak-pihak yang tidak menyukai hilirisasi, yaitu mereka yang membiarkan Indonesia dibanjiri barang impor. Hal ini akan membuat Indonesia tergantung pada negara lain dalam hal energi, pangan, dan hal-hal fundamental lainnya. Selain itu, ada juga pihak-pihak asing yang ingin mendapatkan bahan baku dari Indonesia dengan harga murah tanpa harus berinvestasi dan membangun industri di dalam negeri.
Bahlil meyakini bahwa ada pihak-pihak tertentu yang ingin mencegah kelanjutan kebijakan hilirisasi tersebut. Menurutnya, jika kebijakan ini tidak dilanjutkan, maka Indonesia akan kembali ke zaman penjajahan karena hanya akan mengandalkan ekspor bahan mentah.
Dalam tulisan ini, tidak disebutkan secara detail mengenai alasan permintaan maaf IMF kepada pemerintah Indonesia.