Pasangan calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar menjadi satu-satunya kontestan yang tidak memasukkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya.
Dalam dokumen visi, misi, dan program kerja yang berjudul Indonesia Adil Makmur untuk Semua, kedua pasangan calon hanya mengusung sembilan program pembangunan Kalimantan. Mereka berkomitmen untuk menjadikan Kalimantan sebagai percontohan ekonomi hijau dunia dan melibatkan masyarakat lokal dalam setiap tahap pembangunan.
Sementara itu, pasangan calon lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, serta Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, memasukkan pembangunan IKN ke dalam dokumen visi, misi, dan program kerja mereka.
Ganjar-Mahfud secara spesifik menyebutkan keberlanjutan program IKN dalam dokumen mereka, sementara Prabowo-Gibran menjadikan pembangunan IKN sebagai salah satu prestasi Prabowo sebagai menteri pertahanan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengingatkan bahwa apakah pembangunan IKN masuk atau tidak dalam dokumen visi, misi, dan program kerja calon presiden dan wakil presiden akan mempengaruhi besaran penggunaan APBN. Jika tidak masuk dalam prioritas, anggaran pengerjaan proyek IKN tidak akan sebesar pembangunan yang memprioritaskannya.
Namun, Tauhid juga menyatakan bahwa kebijakan pembangunan IKN tidak akan dihentikan oleh siapapun. Pembangunan yang telah berjalan akan menghabiskan biaya yang lebih besar jika dihentikan, dan efek pembangunannya juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, juga menyatakan hal serupa. Meskipun tidak masuk dalam visi misi, pembangunan IKN masih mungkin dilanjutkan oleh Anies-Muhaimin.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menganggap wajar jika Anies-Muhaimin tidak memasukkan program pembangunan IKN ke dalam visi, misi, dan program kerja mereka. Pasalnya, biaya pembangunan IKN yang harus ditanggung oleh APBN sangat tinggi. Menurut Bhima, para calon presiden harus memilih antara melanjutkan pembangunan IKN atau mengalokasikan dana untuk program-program baru yang juga membutuhkan biaya.