Jakarta, CNBC Indonesia – Pandemi covid-19 masih meninggalkan cerita menarik. Terutama saat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kapan pandemi akan berakhir dan batas waktu pelonggaran defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Saat itu Sri Mulyani mengaku mendapat banyak pertanyaan dan kritikan ketika pelonggaran defisit hanya dilakukan selama 3 tahun. Salah satunya dari agensi pemeringkat utang global. Namun, tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir.
“Banyak lembaga pemeringkat utang menanyakan kepada saya: Sri Mulyani, bagaimana Anda tahu bahwa pandemi akan berakhir dalam 3 tahun? Saya menjawab, apakah Anda tahu? Saya juga tidak tahu,” kata Sri Mulyani saat memberikan kuliah umum di Universitas Diponegoro dan Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, dikutip Sabtu (28/10/2023).
“Jadi mengapa Anda merancang anggaran hanya memperbolehkan defisit di atas 3% dari PDB hanya selama 3 tahun?” cerita Sri Mulyani.
Ia pun memberikan penjelasan mengapa memberikan batas waktu defisit APBN harus kembali di bawah 3% dalam tiga tahun setelah munculnya Pandemi Covid-19. Hal ini terjadi karena berbagai negara masih memiliki defisit APBN yang tinggi dan tingkat utang yang juga tinggi.
Salah satu alasan adalah kekhawatirannya terhadap risiko negatif dari pelebaran defisit dalam jangka panjang. Hal ini dapat membuat negara terlena untuk terus berutang dan pada akhirnya kesulitan untuk memulihkan defisit APBN karena beban bunga utangnya yang juga berpotensi tinggi dan menekan ruang fiskal.
“Saya mengatakan pengalaman di banyak negara, ketika kamu membuka defisitnya, tidak ada batasnya, itu bisa menjadi suatu kecanduan, defisit itu enak. Meskipun kalian tidak suka utang, tapi negara sangat senang, karena itu cara yang paling mudah,” tegas Sri Mulyani.
Kondisi ini juga telah membuat banyak negara Amerika Latin pulih dari beban utang sejak periode 1980-1990 dan kini menghadapi kondisi krisis utang. Permasalahan krisis utang juga telah menyebar ke negara-negara di Afrika dan 60 negara berpendapatan menengah lainnya.
“Dan banyak negara berpendapatan menengah sekarang berada dalam situasi yang rentan terhadap utang. Jadi saya mengatakan, kita memberikan batasan waktu selama tiga tahun untuk memberikan rasa disiplin ini, kita harus kembali kepada apa yang disebut disiplin fiskal,” tutur Sri Mulyani.
Patokan defisit yang tidak melebihi 3% dan rasio utang maksimal 60% dari PDB ini diadopsi dari Maastricht Agreement di Uni Eropa. Patokan ini terbukti mampu menjaga ekonomi negara-negara anggotanya agar tidak tertekan krisis utang dengan ukuran-ukuran tersebut.
“Tetapi mereka (negara-negara tersebut) sudah melebihi 60%, mereka memiliki defisit di atas 3%, jadi negara-negara itu sebelumnya disiplin, tetapi sekarang tidak lagi. Oleh karena itu, ekonomi dan keuangan negara-negara tersebut sekarang berada dalam situasi yang tidak baik,” tutur Sri Mulyani.
Sebagai informasi, pada 2020 saat defisit APBN mencapai level 6,1%, rasio utang Indonesia terhadap PDB sudah mencapai level 41%. Namun, sekarang dengan defisit APBN per 31 Agustus 2023 pada level 2,84% dari PDB, rasio utang terhadap PDB menjadi 37,84% atau senilai Rp 7.870,35 triliun.