Dampak Perang Timur Tengah yang Memanas Terhadap Ekonomi Global

by -76 Views

Perang antara Hamas versus Israel di Timur Tengah akan memicu ketidakpastian baru terhadap perekonomian dunia. Demikian analisis yang disampaikan Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Anggito Abimanyu, Minggu (29/10/2023).

Dalam analisisnya, Anggito menjelaskan bahwa pertengahan Oktober 2023, International Monetary Fund (IMF) telah memberikan peringatan bahwa laju pemulihan ekonomi global melambat pascapandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih dan serangan Rusia ke Ukraina yang membuat ketidakstabilan harga energi dan pangan dunia. Peringatan berikutnya muncul ketika perang baru di Timur Tengah mengancam akan menjungkirbalikkan perekonomian dunia yang sudah terhuyung-huyung akibat krisis yang saling tumpang tindih selama beberapa tahun.

Menurut dia, meletusnya pertempuran antara Israel dan Hamas telah menimbulkan gangguan di seluruh kawasan sekaligus mencerminkan betapa sulitnya melindungi perekonomian dari guncangan global yang semakin sering terjadi dan tidak dapat diprediksi. “Konflik ini telah mengaburkan hasil pertemuan tahunan IMF dan World Bank di Maroko yang dihadiri para pembuat kebijakan ekonomi terkemuka di seluruh dunia beberapa waktu lalu,” ujar Anggito. “Para pejabat dunia saat ini masih bergulat dengan dampak ekonomi yang masih tersisa dari pandemi ini dan perang Rusia di Ukraina. Kini kita semua terancam dengan krisis baru,” lanjutnya.

Anggito lantas mengutip pernyataan Presiden Bank Dunia Ajay Banga yang bilang bahwa perekonomian dunia berada pada kondisi yang sulit. Banga mengatakan bahwa perang tidak membantu bank sentral yang akhirnya mencoba menemukan jalan menuju soft landing, mengacu pada upaya para pembuat kebijakan di negara-negara yang mencoba meredakan inflasi yang cepat tanpa memicu resesi.

Banga juga menjelaskan bahwa sejauh ini dampak perang di Timur Tengah terhadap perekonomian dunia lebih terbatas dibandingkan perang di Ukraina. Konflik tersebut awalnya menyebabkan harga minyak dan pangan melonjak, sehingga mengguncang pasar global mengingat peran Rusia sebagai produsen energi utama dan status Ukraina sebagai pengekspor utama biji-bijian dan pupuk. “Tetapi jika Perang Timur Tengah ini menyebar dengan cara apa pun, maka hal ini akan menjadi berbahaya,” tambah Banga, sambil mengatakan bahwa perkembangan seperti itu akan mengakibatkan “krisis dengan proporsi yang tidak dapat dibayangkan.”

Anggito yang juga Chief Economist CNBC Indonesia menambahkan bahwa pasar minyak dunia sudah gelisah. Pertanyaan utamanya adalah apa yang akan terjadi pada harga energi. “Yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa lonjakan harga minyak lainnya akan menekan Federal Reserve dan bank sentral lainnya untuk tetap menaikkan suku bunga, yang tentu menjadi kontraproduktif bagi perkembangan ekonomi global. Mengenai kecenderungan harga energi dan pangan global, sekarang kita menghadapi dua front, pertama Rusia vs Ukraina dan kedua Timur Tengah,” ujar Anggito.

Meskipun demikian, Anggito mengutip pernyataan Chief Economist IMF Pierre-Olivier Gourinchas yang mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai apakah lonjakan harga minyak baru-baru ini akan terus berkelanjutan.

IMF telah melakukan penelitian mengenai dampak kenaikan harga minyak dunia di mana kenaikan harga minyak sebesar 10% akan membebani perekonomian global, mengurangi produksi sebesar 0,15% dan meningkatkan inflasi sebesar 0,4% pada tahun depan. Dalam Outlook Ekonomi Dunia terbarunya, IMF menggarisbawahi rapuhnya pemulihan. Mereka mempertahankan perkiraan pertumbuhan global untuk tahun ini sebesar 3% dan sedikit menurunkan perkiraan untuk tahun 2024 menjadi 2,9%.

Meskipun IMF meningkatkan proyeksi output di Amerika Serikat untuk tahun ini, menurunkan peringkat kawasan Euro dan China, seraya memperingatkan bahwa tekanan pada sektor real estate di negara tersebut semakin memburuk. “Kami melihat perekonomian global sedang tertatih-tatih, dan belum berjalan dengan baik,” kata Gourinchas. Dalam jangka menengah, “gambarannya lebih suram,” tambahnya, seraya menyebutkan serangkaian risiko termasuk kemungkinan terjadinya lebih banyak bencana alam besar yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Perekonomian Eropa, khususnya, terjebak di tengah meningkatnya ketegangan global. Sejak Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022, pemerintah-pemerintah Eropa berusaha keras untuk melepaskan diri dari ketergantungan yang berlebihan pada gas alam Rusia. Mereka sebagian besar berhasil dengan beralih ke pemasok di Timur Tengah. Selama akhir pekan, Uni Eropa dengan cepat menyatakan solidaritasnya dengan Israel dan mengutuk serangan mendadak dari Hamas, yang menguasai Gaza.

Indonesia jelas dalam posisinya membela kemerdekaan Palestina dan mengutuk balas dendam Israel kepada masyarakat sipil di Gaza. Indonesia meminta PBB untuk segera meminta gencatan senjata agar krisis tidak merembet kepada masalah krisis dunia yang membahayakan.