Perang Israel-Hamas memasuki babak baru. Setelah terjadi gencatan senjata empat hari dengan imbalan sandera Israel mulai Jumat lalu, saat ini keduanya masuk ke tahap akhir gencatan, dengan jeda perang berakhir pada Selasa (28/11/2023) pukul 7 pagi. Kedua belah pihak masih membuka peluang gencatan senjata diperpanjangan, namun tampaknya diskusi berjalan alot. Berikut perkembangannya seperti dirangkum CNBC Indonesia, Senin (27/11/2023); IKLAN SCROLL TO RESUME CONTENT 1. Gencatan senjata diperpanjang? Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dengan milisi Palestina Hamas akan memasuki hari terakhir pada Selasa (28/11/2023) pukul 7 pagi. Sejauh ini, mulai muncul tanda-tanda bahwa Hamas bersedia untuk memperpanjang jeda setelah mereka membebaskan lebih banyak sandera Israel yang diculik pada serangan 7 Oktober lalu. Ketika kelompok terakhir perempuan dan anak-anak Israel berjalan bebas pada Minggu malam, perhatian beralih pada seruan agar gencatan senjata diperpanjang sebelum berakhir. Tercatat, Hamas juga membebaskan seorang gadis berusia empat tahun yang menjadi yatim piatu akibat serangan tersebut. “Itulah tujuan kami, untuk menjaga jeda ini lebih lama lagi sehingga kita dapat terus melihat lebih banyak sandera keluar dan memberikan lebih banyak bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan di Gaza,” kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Minggu. Ia menambahkan dia ingin pertempuran dihentikan selama tahanan terus keluar. Menurutnya, Hamas sama sekali tidak lagi menguasai Gaza. Hamas telah mengisyaratkan kesediaannya untuk memperpanjang gencatan senjata. Seorang sumber mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut mengatakan kepada mediator bahwa mereka terbuka untuk memperpanjang gencatan senjata “dua hingga empat hari”. “Perlawanan percaya bahwa ada kemungkinan untuk menjamin pembebasan 20 hingga 40 tahanan Israel dalam jangka waktu tersebut,” kata sumber yang dekat dengan gerakan tersebut. Hamas telah membebaskan 39 sandera Israel dan Israel telah membebaskan 117 tahanan Palestina sebagai imbalan berdasarkan ketentuan perjanjian. Sebanyak 19 warga negara asing lainnya juga telah dibebaskan dari Gaza berdasarkan perjanjian terpisah. Berdasarkan gencatan senjata, 50 sandera yang disandera oleh militan akan dibebaskan dalam waktu empat hari dengan imbalan 150 tahanan Palestina. Mekanisme yang ada akan memperpanjang gencatan senjata jika setidaknya 10 tawanan Israel dibebaskan setiap hari ekstra. 2. Netanyahu hadapi front ‘perang’ baru Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menghadapi dua konflik sekaligus. Selain memimpin operasi militer Israel di Gaza untuk menghancurkan milisi Hamas, politisi senior itu juga menghadapi persoalan politik dalam negerinya. Dalam laporan Reuters, publik Israel telah mengamuk kepada beberapa menteri di kabinet Netanyahu dengan menyalahkan mereka karena gagal mencegah milisi bersenjata Hamas masuk dari Gaza, yang menewaskan 1.200 orang, menculik 240 orang lagi dan melanda negara itu dalam perang. Dalam insiden terpisah, setidaknya tiga menterinya menjadi sasaran cemoohan dan pelecehan ketika mereka tampil di depan umum, yang menggarisbawahi besarnya kemarahan publik atas kegagalan yang membuka jalan bagi Hamas untuk melakukan serangan tersebut. Selama akhir pekan, kantor Netanyahu mengeluarkan video yang menunjukkan dia berada di ruang situasi Kementerian Pertahanan. Pada hari Minggu, Netanyahu mengunjungi Gaza. Kantornya kemudian mengeluarkan foto-foto yang menunjukkan dia mengenakan helm dan jaket anti peluru bertemu dengan tentara dan komandan. Dikenal dengan julukan “Bibi”, Netanyahu akan mendapatkan keuntungan dari perang yang semakin menunda persidangan korupsi yang telah ia jalani selama 3,5 tahun dan menunda penyelidikan negara mengenai mengapa Israel di bawah kepemimpinannya lengah. Berkumpul dengan para jenderal, ia mungkin juga berharap untuk menyelamatkan reputasinya melalui tindakannya dalam perang dan kembalinya sandera, sambil menolak untuk menerima tanggung jawab dan mengabaikan pertanyaan yang menanyakan apakah ia akan mengundurkan diri. Namun penulis biografinya, Anshel Pfeffer, mengatakan Netanyahu kemungkinan besar kesulitan untuk mengambil kuasa kembali pasca serangan Hamas 7 Oktober dan perang di Gaza. “Dia sekarang ternoda oleh kegagalan mencegah pembantaian 7 Oktober, oleh strateginya sendiri yang membiarkan Hamas tetap memegang kendali, dengan persenjataan militernya, di Gaza,” ujarnya dikutip Senin (27/11/2023). Penulis buku “Bibi: The Turbulent Life and Times of Benjamin Netanyahu” yang terbit pada tahun 2018, mengatakan bahwa survei dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan bahwa Israel mempercayai lembaga keamanan untuk memimpin upaya perang, tetapi tidak mempercayai Netanyahu. “Kegagalan pada 7 Oktober adalah warisannya. Keberhasilan apa pun yang diraih Israel setelahnya tidak akan dianggap berasal darinya,” tambah Pfeffer. 3. Israel serang Suriah Di tengah gencatan senjata dengan Hamas di wilayah Palestina, Israel menyerang bandara Damaskus. Serangan udara Israel pada Minggu (26/11/2023) itu membuat bandara Damaskus tidak dapat dioperasikan, hanya beberapa jam setelah penerbangan dilanjutkan menyusul serangan serupa bulan lalu. Serangan itu dilaporkan menargetkan landasan pacu. “Pesawat-pesawat tempur Israel pada Minggu sore melakukan serangan baru yang menargetkan bandara internasional Damaskus… membuatnya tidak dapat digunakan lagi,” kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, dilansir AFP. Sementara itu, suara ledakan juga terdengar dari arah bandara militer di daerah Mazzeh di sisi lain Damaskus. Diketahui, Damaskus merupakan tempat di mana Presiden Bashar Al Assad, yang dibekingi Moskow selama perang sipil Suriah, tinggal. Seorang perwira dan dua personel lainnya terluka dalam serangan yang menargetkan “pangkalan pasukan pertahanan udara di daerah Mazzeh”, imbuh Observatorium tersebut. 4. Tepi Barat memanas Di tengah-tengah gempuran pasukan Israel di Jalur Gaza, negara Zionis tersebut juga melakukan serangan di Tepi Barat (West Bank). Akibatnya, lebih dari dua ratus orang di wilayah itu tewas. Israel sendiri telah menduduki Tepi Barat sejak 1967. Sekitar 700.000 pemukim dari Israel pun telah menetap secara ilegal di wilayah Palestina tersebut. Di sana mereka tidak hanya menetap selama bertahun-tahun tetapi juga melakukan pencurian, penyerangan, menghancurkan kebun zaitun, lahan pertanian dan properti di sana. Abbas Milhem, direktur Persatuan Petani Palestina (PAFU) di Ramallah, mengatakan serangan Israel meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Pasukan Israel dan pemukim melakukan serangan bersenjata sementara warga Palestina dikurung di rumah mereka berdasarkan jam malam. “Ada perang kedua di Palestina yang terjadi di Tepi Barat yang diduduki. Penting juga untuk memahami bagaimana hal ini berdampak pada petani di Tepi Barat yang diduduki,” katanya, seperti dilansir Al Jazeera. Sejauh ini, pasukan Israel telah membunuh delapan warga Palestina, termasuk seorang anak, di Tepi Barat yang diduduki, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, menjadikan jumlah total warga Palestina yang terbunuh di Tepi Barat menjadi 239 sejak 7 Oktober. Pasukan Israel menembak mati lima warga Palestina di kota Jenin pada Sabtu malam dan Minggu pagi, dan membunuh tiga lainnya di tempat lain di Tepi Barat, kata kementerian itu pada Minggu. Enam warga Palestina lainnya terluka dalam serangan Israel di Jenin. 5. Israel bangkrut Perang dengan kelompok Hamas di Gaza, Palestina, ternyata merugikan Israel. Bahkan setidaknya US$ 269 juta (sekitar Rp 4,1 triliun) per hari hilang di negeri itu. Perang Gaza dikatakan memberikan pukulan yang lebih besar terhadap perekonomian negara tersebut dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Hal ini ditegaskan lembaga pemeringkat Moody’s dalam sebuah laporan berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan Israel. “Kerugian keseluruhan dari perang ini bisa mencapai US$ 53,5 miliar (Rp 830 triliun), hampir 10% dari PDB,” menurut laporan itu mengutip data dari Institute for National Security Studies (INSS), dimuat Senin (27/11/2023). “Sehingga mengancam masa depan ekonomi Israel,” tambahnya. Meski begitu tingkat keparahan terhadap perekonomian akan bergantung pada lamanya konflik militer. Ini juga terkait prospek jangka panjang situasi keamanan dalam negeri Israel. Guncangan ekonomi akan datang dari berkurangnya investasi. Ini juga menyebabkan gangguan pada pasar tenaga kerja, dan melambatnya pertumbuhan produktivitas. “Meskipun ketidakpastian masih sangat tinggi, kami yakin dampaknya terhadap perekonomian bisa lebih parah dibandingkan konflik dan kekerasan militer sebelumnya,” tegas Wakil Presiden Senior Moody’s, Kathrin Muehlbronner. 6. Elon Musk bertemu Presiden Israel Pengusaha kondang Elon Musk diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog pada hari Senin selama kunjungan ke Israel, menurut kantor presiden. Dalam pertemuan dengan Musk, pemilik platform media sosial X, sebelumnya Twitter, Herzog akan menekankan perlunya memerangi meningkatnya antisemitisme online, kata kantor kepresidenan dalam sebuah pernyataan. Perwakilan keluarga sandera yang disandera oleh Hamas juga diperkirakan akan bergabung dalam pertemuan tersebut, di mana mereka akan berbagi “kengerian serangan teror Hamas pada 7 Oktober, dan penderitaan serta ketidakpastian yang dialami mereka yang disandera,” tambah kantor kepresidenan. Pertemuan tersebut terjadi setelah Musk memicu reaksi keras atas dukungannya terhadap postingan antisemit di X yang menuduh orang-orang Yahudi menghasut “kebencian” terhadap orang kulit putih. 7. Iran buka suara soal gencatan senjata Salah satu kekuatan besar Timur Tengah yang juga sekutu Hamas, Iran, mendesak agar gencatan senjata, yang berakhir esok, mengambil bentuk yang stabil agar kekejaman rezim Zionis terhadap Gaza tidak terulang kembali. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, mengatakan, “Sebagai Republik Islam Iran, kami ingin dan berharap… bahwa kejahatan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina akan dihentikan sepenuhnya”. Selama konferensi pers mingguannya, Kanani mengatakan kepada wartawan bahwa Iran “mengikuti” kemungkinan perpanjangan gencatan senjata “dengan pihak regional yang aktif di bidang ini, negara bagian Qatar”. Namun, katanya, “Tampaknya rezim Zionis tidak mampu mencapai tujuannya…ingin memperoleh…