Gencatan senjata sementara masih berlangsung di Gaza, Palestina, antara Israel dan Hamas. Sebelumnya jeda perang empat hari yang berakhir Senin, telah diperpanjang 48 jam ke depan hingga Rabu (29/11/2023) ini.
Namun, sinyal baru muncul dari tentara Israel (IDF). Di mana, Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel Herzi Halevi menyatakan pasukannya telah mempersiapkan perang baru melawan Hamas, meski pembicaraan diplomatik lain sedang berlangsung untuk makin memperpanjang gencatan senjata. “IDF bersiap untuk terus berjuang untuk membongkar Hamas,” katanya dikutip CNBC International yang melansir Times of Israel. “Hari ini, IDF siap untuk melanjutkan pertempuran,” tegasnya. Ia mengulangi tujuan operasi militer Israel di Gaza, yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober. Ia pun mengatakan pihaknya menggunakan hari-hari gencatan senjata sebagai bagian dari kesiapan operasi baru. “Kami menggunakan hari-hari gencatan senjata sebagai bagian dari perjanjian untuk belajar, memperkuat kesiapan, dan menyetujui rencana operasional selama jangka waktu tersebut,” kata Halevi dalam sebuah pernyataan. “Kami bersiap untuk terus berjuang untuk membubarkan Hamas. Ini akan memakan waktu, ini adalah tujuan yang rumit, namun hal ini lebih dari cukup untuk dibenarkan,” jelasnya lagi. Sementara itu, mengutip analis Doha Institute for Graduate Studies, Omar Ashour, perang baru lagi di Gaza mungkin tak bisa terelakkan. Pasukan Israel dan Hamas kemungkinan besar menggunakan jeda dalam pertempuran untuk menyusun kembali unit-unit yang kekurangan amunisi atau melukai para pejuangnya. “Mereka juga kemungkinan akan memperkuat posisi pertahanan dan membangun jalur komunikasi, yang berarti cara yang aman untuk mengirim pesan, perbekalan, dan tentara dari satu unit ke unit lainnya,” katanya dimuat Al-Jazeera. “Hamas berusaha mengumpulkan informasi intelijen sebanyak mungkin mengenai posisi tentara Israel. Di mana mereka akan membangun postur pertahanan, ke mana mereka akan bergerak selanjutnya, dan seterusnya”, jelas Ashour, seraya meyakini peperangan elektronik pun akan terjadi. Ia pun menyinggung larangan Israel terhadap warga Palestina merayakan pembebasan tahanan. Ini bertujuan untuk melukai moral warga Palestina dan mengikis dukungan Hamas di kalangan penduduk Gaza. “Sementara itu, (tentara Israel) akan sangat sibuk melakukan upaya intelijen intensif, pengawasan dan kegiatan pengintaian terhadap Hamas”, katanya. Diketahui perang Israel dan Hamas terjadi sejak 7 Oktober. Sedikitnya 15.000 warga sipil Gaza, didominasi anak dan wanita, tewas, sementara 1.400 warga Israel meregang nyawa, rata-rata pada kejadian 7 Oktober.
Perang Gaza dikatakan memberikan pukulan yang lebih besar terhadap perekonomian negara tersebut dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Ini pun bisa menjadi andaman ke ekonomi Israel. “Kerugian keseluruhan dari perang ini bisa mencapai US$ 53,5 miliar (Rp 830 triliun), hampir 10% dari PDB,” tulis laporan. “Sehingga mengancam masa depan ekonomi Israel,” tambahnya. Meskipun begitu tingkat keparahan terhadap perekonomian akan bergantung pada lamanya konflik militer. Ini juga terkait prospek jangka panjang situasi keamanan dalam negeri Israel. Guncangan ekonomi akan datang dari berkurangnya investasi. Ini juga menyebabkan gangguan pada pasar tenaga kerja, dan melambatnya pertumbuhan produktivitas. “Meskipun ketidakpastian masih sangat tinggi, kami yakin dampaknya terhadap perekonomian bisa lebih parah dibandingkan konflik dan kekerasan militer sebelumnya,” tegas Wakil Presiden Senior Moody’s, Kathrin Muehlbronner. Secara rinci Moody’s menjelaskan bagaimana beban keuangan Israel akan jauh lebih tinggi dibandingkan operasi militer sebelumnya, seperti Protective Edge pada tahun 2014 atau Perang Lebanon Kedua pada tahun 2006, yang berlangsung selama 34 hari. Sebelumnya keduanya menimbulkan kerugian langsung sekitar US$2,5 miliar, sekitar 1,3% dari PDB. Perang mendorong Moody’s merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi Israel dari 3% yang sebelumnya diperkirakan menjadi 2,4% pada tahun ini. Dalam prospek tahun 2024 yang pesimistis, lembaga pemeringkat melihat PDB mengalami kontraksi sekitar 1,5%. Sebelumnya, badan ini menempatkan peringkat kredit Israel A1. Namun, dalam peninjauan, Moddy’s memprediksi kemungkinan penurunan peringkat.