ASCs Mendesak Pemerintah RI untuk Meninggalkan Penggunaan Batu Bara, Namun Ke Mana Dana Penggantinya?

by -331 Views

Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya terus didorong oleh beberapa negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS), untuk terus mempercepat transisi energi, meninggalkan sumber energi fosil seperti batu bara, dan beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT).

Transisi energi ini memerlukan pendanaan besar, dan hingga tahun 2030, Indonesia memperkirakan memerlukan dana hingga US$ 97 miliar atau sekitar Rp 1.518 triliun (asumsi kurs Rp 15.653 per US$) untuk menjalankan transisi energi. Target Net Zero Emission (NZE) hingga tahun 2060 juga menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan pendanaan yang lebih besar dari yang sudah diproyeksikan hingga tahun 2030.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jeneral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya mengatakan bahwa pendanaan untuk program transisi energi di dalam negeri sangatlah penting. Jika program ini tidak didukung oleh pendanaan yang memadai, maka rencana transisi energi di negara berkembang akan mengalami kemacetan.

Indonesia juga menaikkan target pengurangan emisi dari 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri (NDC), dan naik menjadi 43,2% dengan dukungan internasional, yang sebelumnya hanya ditargetkan 40% pada 2030. Namun, hal tersebut hanya dapat dicapai dengan dukungan pendanaan yang mencukupi.

Indonesia memiliki Energy Transition Mechanism (ETM) yang merupakan mekanisme pembiayaan campuran yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh pihak global dalam menyelesaikan krisis iklim. Indonesia juga menerima inisiatif pendanaan dari negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang untuk membantu pendanaan transisi energi di Indonesia, tetapi masih jauh dari kebutuhan Indonesia untuk transisi energi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya Bakar juga menegaskan pentingnya bantuan pendanaan dari dunia internasional untuk transisi energi di Tanah Air. Pembahasan mengenai energi, pasca transisi energi, juga akan menjadi isu penting.

Dengan kebutuhan dana yang besar, Indonesia perlu mencari solusi untuk merealisasikan program transisi energi dan menghindari krisis iklim.