Pemerintah telah memutuskan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dipastikan naik rata-rata 10% per Januari 2024 menyusul Keputusan Presiden Joko Widodo pada tahun 2022 lalu. Saat itu, Jokowi merilis kebijakan kenaikan tarif CHT naik rata-rata 10% dua tahun berturut-turut, yakni 2023 dan 2024, sedangkan untuk CHT rokok elektronik rata-rata sebesar 15% dan hasil pengolahan tembakau lainnya rata-rata sebesar 6%.
Dalam PMK 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/2021 tentang Tarif CHT berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris disebutkan tarif cukai per batang atau per gram berdasarkan jenis dan golongannya.
Kebijakan ini sontak memicu reaksi protes dari petani tembakau. Bahkan, petani khawatir kebijakan cukai itu akan membuat mereka senasib dengan petani kedelai dan bawang putih. “Kalau pemerintah tidak memberi solusi ke petani tembakau kita bisa punah. Seperti kedelai yang 95% impor, bawang putih 90% impor dan tembakau kemungkinan seperti itu juga dan menyusul pada komoditas lain,” kata Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Wisnu Brata kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (29/12/2023).
Lebih lanjut, saat ini total pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) diperkirakan ada di sekitar 8 juta orang dan dan 2 juta diantaranya merupakan petani. Artinya tenaga kerja yang terlibat sangat besar. Kenaikan cukai yang terjadi setiap tahun akan sangat terasa menekan industri ini, hal itu terlihat dari dampak kenaikan cukai rokok yang terjadi di awal tahun ini.
“Tahun ini serapan industri besar sangat berkurang, yang menyerap industri menengah yang tentu harga berbeda, karena serapan industri besar harganya bagus, kalau industri menengah di bawahnya,” kata Wisnu.
Kondisi saat ini masyarakat bawah berat sekali dengan kenaikan harga produksi makin tinggi, pendapatan petani makin rendah, kami berharap betul pemerintah memberi kelonggaran, artinya ekonomi susah jangan lebih dari 10% dahulu, kalau mau menaikkan dari komponen rokok, kalau komponen impor tinggi kenakan cukai tinggi.
“Kalau harga bahan baku tinggi sebaiknya cukai nggak naik, kalau ada basic keadilan dan beri perlindungan ke petani di Indonesia,” sebut Wisnu.
Ia mengaku kecewa pada pemerintah sekarang ini karena tidak melakukan kebijakan yang memberi proteksi petani dalam negeri, termasuk dalam pengembangan industri serta rantai pasok yang terlibat di dalamnya.
“Lembaga penelitian kita dihilangkan semua sama pemerintah, dulu ada Balai-Balai tanaman tembakau, kini dihilangkan. Beberapa riset tembakau nggak didukung. Harusnya pemerintah hadir di rakyatnya bagaimana rakyat bisa sejahtera sehingga meningkatkan pendapatannya, karena itu berimplikasi juga ke pendapatan negara,” sebut Wisnu.