Keseimbangan primer APBN pada tahun 2023 pertama kali mengalami surplus setelah 12 tahun terakhir mengalami defisit. Surplus keseimbangan primer terakhir terjadi pada tahun 2011. Besaran surplus keseimbangan primer pada tahun 2023 mencapai Rp 92,2 triliun.
Meskipun begitu, total postur APBN masih mengalami defisit senilai Rp 347,6 triliun atau setara dengan 1,65% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit ini disebabkan oleh belanja negara yang terealisasi sebesar Rp 3.121,9 triliun, atau tumbuh 0,8% dari tahun 2022, sementara pendapatan negara hanya sebesar Rp 2.774,3 triliun atau tumbuh 5,3% dari tahun sebelumnya.
Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Jika total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang, maka keseimbangan primer akan positif, yang berarti masih tersedia dana yang cukup untuk membayar bunga utang. Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang, maka keseimbangan primer akan negatif, yang berarti sudah tidak tersedia dana untuk membayar bunga utang.
Pemerintah tidak memberikan informasi terkait besaran bunga utang yang dibayar pada tahun 2023. Namun, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa surplus keseimbangan primer menandakan APBN telah makin sehat. Febrio juga menekankan bahwa besaran bunga utang sebetulnya terus mengalami penurunan pada tahun 2023.
Dengan besaran defisit APBN 2023, pemerintah merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 407 triliun. Pembiayaan utang itu diperoleh dari penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 308,7 triliun dan dari pinjaman neto sebesar Rp 98,2 triliun.