Tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat di bumi. Laporan Copernicus Climate Change Service (C3S), lembaga pemantau iklim Uni Eropa (UE), mengungkapkan bahwa peningkatan suhu permukaan bumi hampir melewati ambang batas kritis 1,5 derajat Celsius. Perubahan iklim menyebabkan gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran hutan di seluruh dunia, serta mendorong suhu global 1,48 derajat Celsius di atas standar pra-industri.
Wakil Kepala C3S, Samantha Burgess, menyatakan bahwa suhu hari di tahun 2023 lebih hangat satu derajat dibandingkan periode pra-industri. Diperkirakan bahwa suhu pada tahun 2023 melebihi suhu pada periode mana pun setidaknya dalam 100.000 tahun terakhir. Dampak iklim diprediksi semakin parah dan menjadi bencana besar, dengan beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi akan melampaui 1,5 derajat Celsius pada tahun 2024.
Profesor perubahan iklim di Universitas Reading, Ed Hawkins, mengatakan bahwa peristiwa seperti kebakaran hutan besar di Amerika, kekeringan ekstrem di Afrika atau Timur Tengah, gelombang panas musim panas di Eropa, Amerika Serikat, dan China, serta rekor suhu hangat di musim dingin yang mencapai rekor di Australia dan Amerika Selatan akan terus bertambah buruk sampai beralih dari bahan bakar fosil dan mencapai emisi nol.
Laporan Copernicus ini muncul setelah kesepakatan iklim dicapai pada COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), di mana seruan terhadap transisi bertahap dari bahan bakar fosil semakin kencang.