Saya mengenal Pak Sjafrie Sjamsoeddin pertama kali sebagai komandan divisi taruna bagi Angkatan ’74. Kami menjadi teman sejak kami sama-sama di Pavilion 5, Lembah Tidar, AKMIL, sampai dengan kami sama-sama menjadi siswa kursus kecabangan Infanteri. Kami sama-sama latihan para, sama-sama latihan komando, dan seterusnya.
Saat Letnan Dua, kami bertugas di kompi yang sama di bawah Letnan Satu Mujain seorang lulusan Secapa yang terjun bersama Pak Beni di Merauke dan mendapat Bintang Sakti.
Kami berpisah sejak kami berpangkat Letnan. Walaupun sama-sama Grup 1 Parako, beliau jadi Komandan Kompi di Kompi 111, dan saya menjadi Komandan Kompi di Kompi 112. Selanjutnya kami berkarier masing-masing. Beliau menjadi pengawal presiden, menjadi komandan grup di Paspampres, akhirnya juga menjadi komandan Batalyon di Grup 1, menjadi Wakil Asisten Operasi Kopassus, Komandan Korem.
Sebagai orang yang dianggap dekat dengan Presiden Soeharto, mungkin seharusnya setelah 1998 Pak Sjafrie bisa mengalami karier yang lebih tinggi lagi. Tapi itu risiko. Sejak awal kami sudah diingatkan oleh senior-senior, “semua jabatan di tentara Kolonel ke atas adalah jabatan politis. Sesudah Kolonel ya semua tergantung politik. Nasib kalian belum tentu sesuai dengan profesionalisme.”
Yang ingin saya sampaikan di sini, adalah apa yang saya lihat dari dekat. Pak Sjafrie menjadi bintang 3, dan sempat menjadi Wakil Menteri Pertahanan, sebelumnya jadi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, dan sampai sekarang pun masih membantu saya di Kementerian Pertahanan.
Beliau orangnya memiliki disiplin pribadi yang sangat tinggi. Beliau orang yang tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain. Tidak pernah menghambat karya orang lain. Beliau juga selalu memimpin dengan tenang, dengan cool dan dengan ing ngarsa sung tulada.
Beliau penembak yang bagus. Ia juga memelihara fisik yang baik. Beliau pelajar yang tekun. Beliau juga seorang yang bisa dikatakan taat dan teguh pada agamanya. Saya mengalami berapa tahun berada satu kamar sama beliau, melihat sendiri bagaimana tidak pernah lepas beliau satu kali pun dari sembahyang lima waktu dan puasa Senin Kamis. Beliau juga sangat teliti.
Dalam operasi di Timor Timur, di Aceh dan di Papua, dia juga sangat sukses. Dia sangat dicintai oleh anak buahnya. Dia sangat tenang, sikapnya sangat pendiam. Menurut saya dia adalah salah satu Jenderal terbaik dari generasi saya.