Tono Suratman adalah junior saya yang lebih muda satu tahun. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Meskipun beda usia satu tahun, saya sangat akrab dengannya. Bisa dikatakan dia seperti adik kandung saya sendiri. Saat masih bujangan, kami sering tinggal di rumah orang tua saya di Kebayoran Baru, di Jalan Kertanegara nomor 4. Saat itu, saya menjabat sebagai Danki, dan dia sebagai Danton 1, dan akhirnya kami berdua berangkat ke Timor Timur. Dia ikut dalam Nanggala 28. Saya menggunakan nama sandi Kancil, dan dia memimpin peleton 1 dengan nama sandi Kancil Satu. Di sana, saya melihat bagaimana Pak Tono bertindak sebagai perwira lapangan.
Sejak muda, sejak masih taruna, Pak Tono sangat aktif dalam olahraga. Dia pernah menjadi anggota tim nasional anggar dan tim renang AKMIL. Dia juga seorang penembak yang hebat. Saat dia menjadi perwira muda di Kopassus, dia juga menonjol. Saat saya menjabat sebagai Wakil Komandan Den-81, saya menyarankan kepada Pak Luhut selaku Komandan Den-81 untuk mengangkat Pak Tono sebagai Komandan Pasukan Katak Den-81. Sejak itu, saya sering pergi beroperasi bersama Pak Tono Suratman.
Dalam perjalanan karirnya, dia akhirnya menjadi komandan grup Parako di Kopassus. Dia juga menggantikan saya sebagai Danpusdikpassus. Kemudian, dia juga memimpin satuan tugas Rajawali yang terdiri dari kompi-kompi terbaik dari semua Kodam. Kompi-kompi tersebut latih khusus dalam taktik-taktik antigerilya yang disebut dengan latihan pasukan pemburu. Setelah dilatih olehnya, satuan tugas Rajawali diturunkan di Timor Timur. Satgas ini sangat efektif. Rajawali pemburu inilah menjadi cikal bakal dari Batalyon Raider yang dibentuk oleh Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Yang ingin saya ceritakan dalam penilaian kali ini, saya ingin katakan bahwa dalam perjalanan hidupnya, Pak Tono tidak hanya menjadi atlet anggar yang hebat, tapi juga seorang penembak yang jitu. Dia juga perenang yang hebat, sehingga dia memimpin Pasukan Katak di Detasemen 81. Jabatannya adalah komandan Tim Pasukan Katak. Latihannya dengan Kopaska Angkatan Laut. Selain itu, dia juga seorang penyelam dan penerjun freefall yang hebat.
Biasanya seorang yang jago freefall tidak pandai menyelam, atau sebagai penyelam tidak bagus freefall. Namun Pak Tono jago dalam keduanya, baik freefall maupun menyelam sebagai Pasukan Katak. Pak Tono juga hebat dalam bela diri karate, sehingga saya katakan bahwa dia adalah Perwira Angkatan Darat yang menjadi contoh dan idola bagi anak buah dan bagi generasi penerus.
Saat saya menjadi Menteri Pertahanan, saya bertekad untuk memperbaiki SMA Taruna Nusantara yang merupakan bentukan dan di bawah naungan Kementerian Pertahanan. SMA Taruna Nusantara dibentuk oleh Pak Benny Moerdani. Saat itu, saya sebagai perwira muda Mayor, sempat ikut menyusun konsep awal dari SMA Taruna Nusantara untuk Pak Benny Moerdani.
Pada saat saya menjabat sebagai Menteri Pertahanan, saya mencari orang yang cocok untuk menjadi kepala sekolah. Saya bertanya, “Apakah Pak Tono Suratman bersedia menjadi Kepala Sekolah SMA Taruna Nusantara?”
“Saya bersedia,” jawab Pak Tono.
Bayangkan, jiwa besar dan patriotisme orang ini. Dia sempat menjadi asisten pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat. Dia juga pernah menjadi Pangdam Kalimantan. Dia sudah pensiun, namun bersedia menjadi kepala sekolah SMA Taruna Nusantara. Dia menilai SMA Taruna Nusantara sebagai wadah penggemblengan kader-kader unggul untuk bangsa dan negara. Wadah penggemblengan calon-calon perwira tinggi yang unggul. Pak Tono adalah juniorku yang patut dipelajari leadership-nya oleh generasi penerus.
Untuk para perwira muda yang bercita-cita menjadi perwira komando yang baik, Anda harus melatih anak buah Anda dalam bela diri dan keahlian menembak. Jika mereka menembak dengan baik, dan bisa melakukan bela diri yang baik, mereka akan menjadi tentara yang baik. Keberanian harus diajarkan dan ditanamkan dalam diri prajurit melalui pelatihan yang realistis. Seni bela diri melatih manusia untuk berani, mampu mengatasi rasa takut dan menahan rasa sakit.
Sumber: https://prabowosubianto.com/berjuang-sama-saya-mayor-jenderal-tni-purn-suhartono-suratman/