Eskalasi di wilayah Gaza, Palestina, terus memanas. Ini disebabkan oleh serangan Israel yang dilakukan secara membabi buta dengan alasan untuk menghancurkan milisi Hamas, yang sebelumnya telah menyerang Israel Selatan pada tanggal 7 Oktober 2023. Serangan Tel Aviv ini membuat para milisi yang pro Hamas di Timur Tengah seperti Houthi dan Hizbullah ikut bergerak, sehingga meningkatkan risiko perluasan perang di kawasan tersebut. Berikut adalah perkembangan terbaru yang berhasil dikumpulkan oleh CNBC Indonesia dari sejumlah sumber, pada hari Selasa (23/1/2024):
Warga Israel marah kepada Netanyahu karena sejumlah keluarga dari sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Gaza, mendatangi kantor Parlemen Israel, Knesset, pada Senin (22/1/2024). Mereka melakukan protes sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap penolakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk bernegosiasi dengan Hamas dan membebaskan para sandera. Meskipun sebagian sandera berhasil dibebaskan selama gencatan senjata yang disepakati antara Hamas dan Israel pada bulan November, namun masih ada sekitar 130 warga Israel yang masih ditahan di Gaza. Netanyahu menolak untuk membuat kesepakatan gencatan senjata karena adanya permintaan dari Hamas yang semakin meningkat.
Pasukan Israel mengalami kekalahan terbesar dalam serangan ke Gaza. Pada hari Selasa (23/1/2024), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melaporkan bahwa 24 anggotanya tewas dalam sehari. Salah satu kejadian termasuk dalam serangan yang dilakukan di wilayah barat Khan Younis, sebuah kota utama di Selatan Gaza yang kini dianggap sebagai basis utama milisi Hamas.
Milisi Hamas Palestina melaporkan bahwa tentara Israel mengebom tank mereka sendiri selama pertempuran darat. Hal ini terjadi ketika tentara Hamas terlibat dalam pertempuran dengan Israel.
Israel berisiko menarik negara Arab lainnya ke dalam perang, terutama dengan rencana mereka untuk merebut kembali Koridor Philadelphia di wilayah selatan Gaza yang dianggap sebagai ‘tanah tak bertuan’.
Pejabat Israel mengungkapkan adanya rencana gencatan senjata selama dua bulan kepada Hamas sebagai imbalan atas pembebasan sandera.
Israel juga mengusulkan untuk mengizinkan para pemimpin senior Hamas meninggalkan Gaza sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang lebih luas.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov turun tangan dengan berbicara kepada rekan-rekannya dari Iran, Turki, dan Lebanon, dengan mengungkapkan perlunya gencatan senjata segera di Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil.
Eskalasi di Timur Tengah ini menyebabkan dampak global, terutama dengan gangguan di perairan Laut Merah, serangan dari kelompok Houthi di Yaman, serta aksi milisi Hizbullah di Lebanon yang mengakibatkan kekhawatiran akan pecahnya perang dengan Israel.