Jakarta, CNBC Indonesia – China menjadi kekuatan diplomatik terbesar di dunia dengan kehadiran yang lebih luas di seluruh dunia dibandingkan Amerika Serikat (AS). Hal ini terungkap dari laporan Indeks Diplomasi Global 2024 yang dikeluarkan oleh Lowy Institute, Minggu (25/2/2024).
Dalam laporan itu, China menduduki peringkat pertama dengan 274 pos dalam jaringan diplomatiknya, disusul AS dengan 271 pos. Secara rinci, Beijing unggul di Afrika, Asia Timur, negara-negara Kepulauan Pasifik, dan Asia Tengah, Sementara Washington masih unggul di Eropa, Amerika Utara dan Tengah, serta Asia Selatan. Untuk Timur Tengah dan Amerika Selatan, posisi keduanya sama.
“Diplomasi sering kali diabaikan sebagai ukuran pengaruh, padahal diplomasi tidak pernah menjadi elemen yang lebih penting dalam tata negara,” kata Ryan Neelam, direktur Program Opini Publik dan Kebijakan Luar Negeri Lowy Institute, dikutip Newsweek.
“Persaingan yang sedang berlangsung antara AS dan China tercermin dalam dominasi negara adidaya pada peringkat tahun 2024. Persaingan geopolitik telah menjadikan Asia dan Pasifik sebagai fokus.”
Terkait hal ini, Kedutaan Besar (Kedubes) China di Washington merujuk pada Konferensi Pusat tentang Pekerjaan yang Berkaitan dengan Urusan Luar Negeri yang diadakan di Beijing pada bulan Desember. Dalam forum itu, Presiden China Xi Jinping menekankan vitalitas negara itu dalam panggung global.
“China telah menjadi negara besar yang bertanggung jawab dengan pengaruh internasional yang semakin besar, kapasitas yang lebih kuat untuk mengarahkan upaya-upaya baru, dan daya tarik moral yang lebih besar,” kata Xi dalam forum itu.
Salah satu terobosan diplomasi China terjadi pada tahun lalu ketika Beijing berhasil menjembatani hubungan antara dua rival bebuyutan Timur Tengah, Iran dan Arab Saudi. Bahkan ketika wilayah tersebut kemudian terjerumus ke dalam krisis akibat pecahnya perang di Gaza, Riyadh dan Teheran tetap berhubungan.
Upaya China dalam mendorong diplomasi Rusia-Ukraina juga mendapat perhatian besar pada tahun 2023, meskipun kedua belah pihak masih terlibat konflik.
Meski begitu, isu Taiwan masih menjadi pertikaian serius antara China dan AS. Beijing mengklaim pulau itu sebagai miliknya dan berjanji akan merebutnya kembali melalui diplomasi atau kekerasan, sementara Washington memberikan dukungan politik dan militer kepada Taipei yang otonom.
Dalam laporan Lowy, nampak upaya China untuk memutuskan hubungan internasional dengan pemerintah Taiwan. Bulan lalu Nauru memutuskan hubungan dengan Taiwan demi menjalin hubungan dengan Beijing.
Langkah ini menyisakan Belize, Eswatini, Guatemala, Haiti, Kepulauan Marshall, Palau, Paraguay, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Tuvalu, dan Vatikan, sebagai negara dengan hubungan diplomatik dengan Taipei.
“Taiwan sedang berjuang untuk mempertahankan beberapa hubungan diplomatik formal yang tersisa ketika China mengambil alih hubungan diplomatik melalui bujukan ekonomi dan lainnya,” tulis laporan tersebut.
Sementara itu, laporan Lowy juga menggarisbawahi bagaimana China naik dengan cepat menjadi nomor satu dunia. China diketahui pertama kali menyalip pada 2019 dengan selisih tiga posisi. Perbedaan keduanya pun dinamis, dengan kesenjangan keduanya saat ini dilaporkan makin dekat pada tahun lalu karena jaringan diplomatik Beijing berkurang satu dan jaringan milik Washington naik empat.
“Hal ini mungkin sudah bisa diduga. Ketika jaringan diplomatik telah mencapai titik kritis, pilihan untuk pembukaan baru akan terbatas pada kota-kota lapis kedua dan ketiga,” tambah laporan itu.
Artikel Selanjutnya
Menlu Retno Pamer Capaian Kementerian Luar Negeri, Ini Daftarnya
(luc/luc)