Our Mission: Turning Cooperatives into Tools for Equity and Self-Sufficiency

by -70 Views

Oleh Prabowo Subianto, disadur dari “Strategi Transformasi Nasional: Menuju Indonesia Emas 2045,” halaman 211-212, edisi softcover keempat.

Koperasi pada dasarnya tentang menyamakan peluang. Mereka ada untuk memberdayakan orang-orang yang kurang beruntung, itulah mengapa revitalisasi mereka dalam ekonomi kita sangat penting.

Namun, ini tidak berarti bahwa kita harus memperkuat koperasi dengan merugikan sektor swasta. Jauh dari itu. Doktrin ekonomi kita mendorong persaingan: biarkan sektor swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan koperasi bersaing untuk kemajuan.

Namun, koperasi yang bertugas untuk mendukung atau memberdayakan yang kurang beruntung. Prinsip ini bukan tentang menciptakan pertentangan tetapi tentang bergerak maju bersama.

Oleh karena itu, sektor swasta, BUMN, dan koperasi sama-sama memiliki peran dalam mendorong ekonomi negara kita. Masing-masing, dengan keunggulan uniknya, dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Pendekatan ini telah meraih kesuksesan di negara-negara seperti Korea, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China.

Dahulu, koperasi Indonesia merupakan dambaan banyak negara, yang datang untuk belajar dari inisiatif inovatif kita seperti BIMAS dan BULOG, serta perjalanan kita menuju swasembada.

Saya yakin dengan kepemimpinan yang tepat, koperasi di Indonesia dapat berkembang dan menjadi alat yang powerful untuk kesetaraan.

Ya, akan ada tantangan dan kegagalan.

Sebagai contoh, mari kita bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk diproduksi oleh pabrik-pabrik milik negara, oleh rakyat, bukan? Uang rakyat yang membangun pabrik-pabrik itu. Modal kerja adalah uang rakyat. Tetapi, begitu pupuk diproduksi dan siap untuk didistribusikan, pupuk tersebut justru berada di tangan distributor swasta. Pada masa Presiden Suharto, era Orde Baru, tidak seperti ini. Distribusi pupuk ditangani oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena beberapa menganggap koperasi tidak sejalan dengan prinsip pasar bebas, mereka diganti dengan perusahaan swasta. Dengan privatisasi, distribusi jatuh ke tangan perseroan terbatas (PT), membuka jalan bagi skenario yang terlalu familiar di Indonesia, bukan? Nepotisme menjadi pusat perhatian.

Jadi, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip yang benar. Ini adalah milik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, didanai oleh anggaran negara – uang rakyat; distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat, melalui koperasi dan pemerintah jika perlu.

Selain menjadi alat untuk kesetaraan, koperasi juga dapat mendorong swasembada kita. Namun ini memerlukan upaya bersama, pemikiran, dan komitmen serius. Kita tidak boleh memperlakukannya seperti bisnis biasa. Ini bukan tugas biasa. Kita harus mendekatinya sebagai usaha nasional.

Source link