Menyusun Aturan Intelijen di Indonesia oleh Program Studi Hubungan Internasional UKI bersama DPR RI
Undang-Undang No.17/2011 menyatakan bahwa intelijen negara bertugas untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini guna mencegah, menangkal, dan mengatasi ancaman yang mungkin mengganggu kepentingan dan keamanan nasional.
Anggota Komisi I DPR RI, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Tubagus Hasanuddin, S.E.,M.M., M.Si, dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring Atau Kuasa, Sebuah Diskursus” yang diadakan oleh Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Kristen Indonesia (UKI) bersama Departemen HI UI, menyebutkan bahwa peran intelijen negara adalah penting dalam memberikan peringatan dini terhadap ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional.
Menurut Tubagus, Undang-Undang Intelijen digunakan untuk mengatur aktivitas intelijen, tetapi yang terpenting adalah bahwa aktivitas ini harus didasari oleh moral agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan lain.
Teknologi penyadapan telah berkembang pesat belakangan ini, memungkinkan pengawasan yang lebih efisien dan invasif. Namun, penggunaan teknologi ini harus diawasi secara ketat agar tidak disalahgunakan.
Tubagus Hasanuddin juga menyoroti tentang penyadapan dalam Undang-Undang Intelijen negara, di mana tujuan dari penyadapan harus selalu melindungi hak asasi manusia.
Guru Besar Ilmu Keamanan Internasional Fisipol UKI, Prof. Angel Damayanti, Ph.D., menekankan pentingnya aturan tentang penyadapan dan spionase dalam RUU yang mengedepankan keamanan dan hak asasi manusia.
Prof. Angel menjelaskan bahwa dalam pembuatan RUU, penting untuk memiliki definisi yang jelas tentang ancaman agar regulasi yang dihasilkan dapat efektif.
Arthur Jeverson Maya, M.A., Kepala Program Studi Hubungan Internasional Fisipol UKI, berbicara tentang kontradiksi dalam hubungan negara dengan spionase dan kemajuan teknologi dalam mengakses informasi.
Pentingnya regulasi yang jelas dan tegas untuk mengatur kegiatan spionase agar tidak menimbulkan masalah etika dan hukum di masa depan juga ditekankan oleh Arthur.
FGD ini dihadiri oleh beberapa narasumber terkemuka, termasuk Prof. Hoga Saragih, Ph.D dari Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Bakrie, Aisha Rasyidilla Kusumasomantri, M.Sc dari Indo Pacific Strategic Intelligence, dan Darynaufal Mulyaman dari Cesfas UKI sebagai moderator.
Perlu diingat bahwa diskusi tentang spionase dan intelijen harus tetap berlangsung dengan penuh etika dan moral, serta memperhatikan kebebasan berpendapat masyarakat.