Jakarta, CNBC Indonesia – Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengeluarkan fatwa hukum atau advisory opinion atas okupasi Israel di Palestina, Jumat (19/7/2024). Guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana melihat hal itu tidak berdampak pada aksi Israel di tanah Palestina.
“Fatwa ICJ menyatakan okupasi Israel ilegal berikut kebijakan dan praktik-praktiknya, meski telah direspons oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai konyol. Namun tidak mengubah Israel untuk tetap menjalankan okupasi ilegal di tanah Palestina,” kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (20/7/2024).
Ia menjelaskan ada empat alasan mendasar Israel tidak akan menghentikan aksinya. Pertama, Israel sebagai negara yang mengokupasi tanah Palestina akan mengabaikan Fatwa ICJ.
“Israel akan beralasan Fatwa bukanlah produk hukum. Demikian pula bila Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang paralel dengan isi Fatwa sudah pasti akan diabaikan oleh Israel,” jelas Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini.
Kedua, AS dan negara sekutu Israel akan tetap mendukung okupasi ilegal Israel di tanah Palestina. Bahkan, mereka akan melindungi Israel bila ada negara-negara yang hendak memaksakan Fatwa dengan kekerasan atau penggunaan senjata.
Ketiga, dalam hubungan antar masyarakat internasional yang berlaku adalah hukum rimba, bukan hukum internasional.
“Dalam hukum rimba yang berlaku adalah siapa yang kuat dialah yang menang,” terangnya.
Keempat, kebanyakan negara-negara di dunia tidak dapat berbuat apapun untuk menegakkan berbagai putusan, resolusi dan fatwa PBB yang sangat berpihak pada rakyat Palestina.
Penjelasan Fatwa ICJ
Sebelumnya, Fatwa ICJ membahas secara detail pertanyaan yang disampaikan Majelis Umum PBB. Yaitu, menyangkut apa konsekuensi hukum atas pelanggaran Israel terhadap rakyat Palestina atas hak untuk menentukan nasib sendiri. Serta bagaimana kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek yang dilakukan oleh Israel terhadap keabsahan okupasi yang dilakukan oleh Israel dan apa konsekuensi bagi negara-negara dan PBB.
Fatwa setebal 287 poin itu membahas kewenangan untuk menyampaikan fatwa hingga ketentuan hukum internasional yang digunakan.
Selanjutnya dalam Fatwa juga ditentukan melihat wilayah Palestina yang dianeksasi oleh Israel, kebijakan dan praktek yang dilakukan oleh Israel di wilayah yang diokupasi, termasuk berbagai peraturan perundang-undangan yang mendiskriminasi warga Palestina yang dianeksasi.
Demikian juga hal yang berkaitan dengan pencabutan izin dan perusakan atas berbagai bangunan warga Palestina oleh para pemukim warga Israel yang terkadang dibiarkan oleh otoritas Israel.
Hikmahanto menjelaskan, dalam fatwanya, ICJ menentukan berbagai kebijakan dan praktek yang dilakukan oleh Israel dianggap bertentangan dengan berbagai instrumen hukum internasional.
“ICJ menganggap pendudukan oleh Israel sebagai tidak sah dan karenanya meminta Israel untuk segera angkat kaki,” jelasnya.
“Bahkan ICJ meminta negara-negara anggota PBB untuk tidak mengakui wilayah Palestina yang diokupansi oleh Israel, termasuk kebijakan-kebijakan yang dibuat,”
Lebih lanjut, ICJ menegaskan, tindak lanjut atas Fatwa yang disampaikan akan diserahkan kepada Majelis Umum PBB. Pada saat bersamaan ICJ mengingatkan agar konflik Israel-Palestina segera diselesaikan karena telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional.