LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -76 Views

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati harus bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid dan anak buahnya lebih sukses darinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing muridnya untuk mencapai potensi penuh dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara.

LETNAN JENDERAL TNI (PURN.) KEMAL IDRIS
Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi sosok TNI yang sangat terkenal. Pada waktu itu, ia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Soeharto. Pak Kemal Idris juga merupakan teman dari pamanku, Subianto, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris mengatakan kepada saya: “Saya adalah teman terbaik dari pamanku. Pamanku adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamanku masih hidup hari ini, saya yakin dia akan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Kamu harus mengikuti jejak pamanku, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.”

Saya ingat kata-katanya. Setelah saya mengetahui lebih banyak tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya mengerti bahwa ia adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang masuk ibukota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.

Pak Kemal Idris merupakan sosok yang sangat pro-rakyat dan nasionalis yang garang, sangat membenci korupsi sehingga ia bahkan dengan berani mengkritik atasannya. Para senior sering kali menganggapnya sebagai “anak nakal.” Bahkan Pak Harto pernah menyebut nama Pak Kemal Idris dengan senyum saat tertawa, ‘Ya, Kemal, ya… Kemal yang keras kepala.’ Namun, para senior selalu memaafkannya dan selalu melindunginya karena ia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda.

Kemal Idris melawan pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965, ia menjadi salah satu kepercayaan Pak Harto di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan saya kagumi adalah sikapnya yang terbuka dan ramah, serta humoris.

Ia selalu jujur dan selalu berpihak pada orang-orang yang kurang beruntung. Namun, Pak Kemal Idris juga memiliki kekurangan. Ia adalah orang yang emosional dan sering membuat keputusan dan kesimpulan secara tergesa-gesa sebelum memahami situasi dengan baik.

LIEUTENANT GENERAL TNI (RET.) HARTONO REKSO DHARSONO
Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu kepercayaan terkuat Pak Harto. Dia berani membenahi Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para senior dan rekan-rekannya. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan tentara.

Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang terdekatnya dengan julukan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga merupakan teman dari pamanku, Pak Subianto, dan ayah saya, Pak Soemitro.

Dia bertugas sebagai Atase Pertahanan di London. Dia juga memiliki karier gemilang di TNI. Dia merupakan tokoh terkemuka di Kodam Siliwangi, yang saat itu dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono mencuat sebagai komandan batalyon.

Saat pemberontakan G30S/PKI terjadi, ia merupakan Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, ia menggantikan Mayjen Ibrahim Adjie, kemudian menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada waktu itu, ia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan tentara.

Sebagai perwira junior, saya merasa khawatir karena saya tahu bahwa ia difitnah oleh grup di TNI yang tidak menyukainya. Ketika ia dipenjarakan, saya masih Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar yang berkaitan dengan cabang di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Selanjutnya, ketika saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81.

Pada saat itu, saya bertanggung jawab atas pembangunan markas Detasemen 81 di Jakarta dan pemilihan kontraktor dan subkontraktor. Saya mendengar bahwa sejumlah individu muda dari Bandung mendirikan perusahaan mebel dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut.

Kemudian saya ditegur oleh salah satu atasan saya, yang mengatakan, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…’

Source link