Kelas Menengah Indonesia Menolak Jajan demi Kehidupan yang Lebih Baik

by -74 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kelas menengah memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dari sisi konsumsi. Namun, faktanya, konsumsi kelas menengah mulai tergerus.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menilai melemahnya daya beli menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2024 hanya 5,05% turun dari kuartal-I yang mencapai 5,11%.

“Tetap tumbuh tapi tak setinggi sebelumnya, itu kenapa di triwulan-II ini lebih rendah,” kata Telisa dikutip Kamis, (8/8/2024).

Menurut Telisa, selama kuartal-II 2024, telah terjadi perlambatan pertumbuhan pada sektor-sektor sekunder seperti fashion, lifestyle dan jasa premium. Alhasil, pelambatan pertumbuhan sektor-sektor ini menjadi pertanda bahwa masyarakat semakin menahan belanja. Alih-alih belanja, masyarakat ternyata memilih bertahan hidup dengan mengutamakan kebutuhan pokok, seperti pangan.

“Mereka lebih fokus ke bahan makanan yang harganya naik karena inflasi pangan,” katanya.

Telisa menegaskan pergeseran konsumsi masyarakat ke ‘zona makan’ ini terlihat dari tumbuh pesatnya sektor industri makanan dan minuman. BPS mencatat selama kuartal II, sektor akomodasi dan makan-minum tumbuh paling tinggi 10,17% yoy. Selain itu, sektor industri makanan dan minuman juga tumbuh cukup tinggi 5,53% yoy.

“Zona makanan-minuman masih positif, informasi dan komunikasi juga masih naik karena komunikasi sudah menjadi kebutuhan pokok sekarang,” kata dia.

Sebaliknya, Telisa mengungkapkan bahwa sektor jasa tersier mulai mengalami perlambatan. Dia menilai masyarakat mulai mengurangi pengeluaran lainnya demi memenuhi kebutuhan pokok.

“Nah yang tersier seperti jasa pelayanan yang orang mungkin ke spa atau gym mulai dikurangi, karena shifting untuk biaya primer dulu,” kata dia.

Terbukti, ada fenomena kelas menengah sering datang ke pusat perbelanjaan, tapi hanya untuk jalan-jalan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro membenarkan hal tersebut. Dia menyebut tren ini tengah meningkat di 2024. Dari analisanya, konsumen makin pilih-pilih dalam berbelanja untuk mencari harga paling murah.

“Konsumen lebih sering memilih alternatif yang lebih murah, suatu perilaku yang dikenal sebagai downtrading,” kata Andry dalam analisisnya dikutip, Kamis (8/8/2024).

Andry menyebut kelas menengah sedang mengembangkan perilaku melakukan pembelian dalam jumlah yang lebih sedikit, namun lebih sering. Mengutip data Mandiri Spending Index, Andry menyebut rata-rata nilai belanjaan dalam keranjang konsumen pada 2024 turun 0,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Akan tetapi, jumlah kunjungan mereka ke pusat perbelanjaan meningkat 3,3% pada 2024.

“Hal ini menunjukan bahwa konsumen lebih memilih untuk berkunjung lebih sering sambil juga menurunkan nilai keranjangnya dengan istilah downtrading,” kata dia.

Downtrading adalah perilaku konsumen ketika individu atau rumah tangga memilih alternatif yang lebih murah dibandingkan yang mereka beli sebelumnya. Fenomena ini seringkali disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, seperti tekanan ekonomi, perubahan kondisi keuangan pribadi dan pergeseran preferensi konsumen.

Tak hanya ekonom, pengusaha telah menyoroti masalah daya beli masyarakat sejak awal tahun ini.

Direktur Utama dan Chief Executive Officer PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Anthoni Salim, yang merupakan orang terkaya kelima se-Indonesia, menyoroti perihal daya beli masyarakat Indonesia, termasuk konsumsi kelas menengah melemah.

Dia menilai tantangan ekonomi global dan melemahnya daya beli masyarakat menjadi hal yang harus diantisipasi.

“Perusahaan juga akan terus mencermati kondisi makro ekonomi secara global agar dapat melakukan penyesuaian strategi dengan perkembangan yang terjadi,” ujar Anthoni, beberapa waktu lalu (7/3/2024).

Namun demikian, dia tetap menilai perekonomian Indonesia ke depan akan tetap tangguh dan bisa mendukung pertumbuhan bisnis serta profit perusahaan, serta mempertahankan neraca keuangan yang sehat.