Banyak Investor Migas Berpindah ke Afrika, Menteri ESDM Mengungkapkan Strategi yang Digunakan

by -42 Views

Bojonegoro, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif angkat suara perihal banyaknya investor atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sektor minyak dan gas bumi (migas) yang lebih memilih untuk berinvestasi di wilayah Afrika seperti di Guyana dan Mozambik, dibandingkan berinvestasi di Indonesia. Hal itu seiring dengan berbedanya kepastian hukum berinvestasi antara di Indonesia dan Afrika. Adapun, skema investasi minyak di Afrika menawarkan skema incentive tax dan royalti, yang dinilai lebih menarik.

Belajar hal itu, Arifin bilang, saat ini pihaknya tengah merapikan kebijakan yang diakuinya terlalu ‘kaku’. Kelak, aturan yang akan mengatur skema investasi minyak di Indonesia harus lebih realistis. “Kalau memang yang sulit, ya bagaimana kita bisa mengerjakan yang penting ada output-nya. Jadi nanti mungkin ya kita harus bijak-bijak lah. Jangan menerapkan secara lurus,” ujar Arifin saat ditemui di Lapangan Minyak Banyu Urip Infil Clastic, Jumat (9/8/2024).

Arifin pun mengakui, terlalu ‘kaku’-nya skema investasi minyak di Indonesia menyebabkan iklim investasi di Indonesia kurang menarik bila dibandingkan dengan negara-negara di Afrika. “Nah ke depannya, kalau sudah dapat gambaran yang jelas, ya baru kita bisa menerapkan skema-skema itu. Tapi kita lebih bagus tuh fleksibel. Mana yang bisa, mana yang ini,” tegasnya.

Maka dari itu, skema investasi minyak di Indonesia ke depan harus disesuaikan dengan tingkat kesulitan lapangan minyak yang ada di dalam negeri. “Jadi tergantung dari tingkat kemudahan kesulitan lapangannya,” tandasnya.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berharap revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dapat segera diselesaikan. Sebab, kepastian berusaha menjadi hal yang ditunggu para investor. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro mengatakan, pihaknya mendorong percepatan penyelesaian RUU Migas. Hal tersebut merespons banyaknya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang lebih tertarik berinvestasi di Afrika, daripada Indonesia. Menurut Hudi, berdasarkan hasil survei selama ini, rendahnya iklim investasi hulu migas di Indonesia disebabkan oleh masalah kepastian hukum. “Itu makanya saya ingin apa yang disampaikan oleh Pak Menteri, kebutuhan terkait dengan RUU Migas itu segera disahkan, karena itu akan memberikan kepastian hukum. Masalah nanti kita bicara apakah itu tax and royalty, ya itu kan it’s a matter of fiscal terms, ya itu kan pasti ada evaluasinya dari pihak pemerintah,” kata Hudi di Jakarta, Rabu (7/8/2024).

Hudi menilai, pemerintah mempunyai kepentingan bagaimana menarik minat para investor, sehingga nantinya dapat berdampak pada peningkatan produksi minyak nasional. Di sisi lain, dalam menjalankan operasinya, investor juga perlu insentif yang menguntungkan mereka. “Nah, bagaimana kita menyelaraskan kedua kepentingan itu, itu yang menjadi, begitu you hit the sweet spot, itu yang akan menjadi the right fiscal terms untuk lapangan-lapangan tersebut,” katanya.

(Firda Dwi Muliawati/pgr)