Serangan Ukraina ke wilayah Rusia diyakini akan memaksa pemerintah Presiden Vladimir Putin menembakkan senjata nuklir. Gal ini dikatakan sekutu Putin, Presiden Belarus Alexander Lukashenko.
Dalam sebuah wawancara dengan media Rusia, Russia 1, Lukashenko memperingatkan bahwa operasi Kyiv di wilayah Kursk, Rusia, menimbulkan risiko besar bagi keamanan global. Kursk sendiri sudah diserang sejak 6 Agustus lalu di mana Rusia diyakini menderita sejumlah kekalahan.
“Bahayanya adalah bahwa eskalasi semacam ini di pihak Ukraina merupakan upaya untuk mendorong Rusia ke dalam tindakan asimetris, misalnya, penggunaan senjata nuklir,” katanya dikutip media RT, Senin (19/8/2024).
“Kalau begitu, kita mungkin hampir tidak akan memiliki sekutu lagi,” ujarnya mengingatkan langkah itu berbahaya bagi Rusia dan menguntungkan Kyiv serta sekutu Baratnya.
“Tidak akan ada negara yang bersimpati sama sekali,” katanya lagi seraya menjelaskan bahwa reaksi ini akan didasarkan pada penolakan universal terhadap dampak yang dapat disebabkan oleh senjata nuklir.
Lagipula, tegasnya, meski Ukraina terus menyerang, ini hanya ditujukkan untuk meningkatkan posisi diplomatik Kyiv untuk melakukan perundingan dengan Rusia. Menurutnya, rencana ini sangat klasik.
“Tetapi tidak berhasil dalam perjuangan melawan kekaisaran besar yang bahkan belum mulai berperang dengan sungguh-sungguh,” kata Lukashenko lagi seraya menambahkan bahwa ia yakin bahwa Ukraina pada akhirnya akan diusir dari Wilayah Kursk.
Perlu diketahui, menurut doktrin nuklir Rusia, negeri itu dapat mengerahkan persenjataan nuklir hanya sebagai respons terhadap penggunaan senjata nuklir dan jenis senjata pemusnah massal lainnya terhadapnya atau sekutunya. Ini juga bisa digunakan jika ada agresi yang dilakukan terhadap Rusia dengan penggunaan senjata konvensional ketika keberadaan negara itu terancam.
Presiden Rusia Putin telah mengatakan pada beberapa kesempatan bahwa tidak perlu menggunakan senjata nuklir dalam kampanye Ukraina. Namun Moskow memperingatkan dapat mengubah doktrin nuklirnya, sebagai respons terhadap apa yang mereka anggap sebagai langkah-langkah eskalasi oleh NATO.