Pemerintah Indonesia telah mengalami penurunan utang hingga akhir Agustus 2024. Menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo pada bulan Oktober 2024, utang pemerintah sebesar Rp 8.461,93 triliun.
Total utang tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 40,76 triliun dari catatan akhir bulan Juli 2024 yang mencapai Rp 8.502,69 triliun. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga turun menjadi 38,49%, dari 38,68% bulan sebelumnya.
Menurut APBN Kinerja dan Fakta edisi September 2024, rasio utang pada akhir Agustus 2024 yang mencapai 38,49% terhadap PDB, tetap berada di bawah batas aman 60% PDB sesuai dengan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Mayoritas dari total utang pada Agustus 2024 berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.452,56 triliun, sementara sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp 1.009,37 triliun. Utang dari penerbitan SBN terdiri dari SBN Domestik senilai Rp 6.063,41 triliun, dan SBN Valas sebesar Rp 1.389,14 triliun.
Dokumen APBN Kita edisi September 2024 juga mengungkapkan bahwa kepemilikan SBN domestik pada akhir Agustus 2024 didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,5%, sedangkan asing hanya memiliki sekitar 14,5% dari SBN domestik.
Seiring dengan upaya pemerintah untuk memperluas basis investor dan peningkatan literasi keuangan masyarakat, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus meningkat sejak 2019. Pada akhir Agustus 2024, kepemilikan investor individu mencapai 8,6%.
Kepemilikan SBN domestik merupakan instrumen penting dalam memenuhi kebutuhan investasi, pengelolaan likuiditas, serta mitigasi risiko. Bank Indonesia sendiri memiliki kepemilikan SBN domestik sebesar 25,4% yang digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.