Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) angkat bicara mengenai temuan dugaan kebocoran penerimaan negara sebesar Rp 300 triliun yang diungkapkan oleh Hashim Djojohadikusumo, saudara Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menurut Marves, data tersebut berasal dari hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Angka Rp 300 triliun yang disebut berasal dari temuan BPKP,” ujar juru bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, pada Kamis (10/10/2024).
Jodi menjelaskan bahwa angka tersebut merupakan potensi penerimaan negara yang belum terealisasi dari sektor tata kelola perkebunan kelapa sawit. Potensi penerimaan tersebut meliputi denda administrasi atas pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma, perkebunan sawit dalam kawasan hutan, dan lain sebagainya.
“Potensi penerimaan negara tersebut dapat diperoleh melalui perbaikan tata kelola sektor kelapa sawit, termasuk di dalamnya denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma, perkebunan sawit dalam kawasan hutan, ekstensifikasi, dan intensifikasi pajak,” ungkap Jodi.
Menurut Jodi, pemerintah telah berupaya memperbaiki tata kelola di sektor ini untuk meningkatkan penerimaan negara dan memastikan kepatuhan hukum.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan bahwa Prabowo akan mengejar ratusan pengemplang pajak yang telah menyebabkan negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 300 triliun. Prabowo dikabarkan memiliki daftar 300 pengusaha yang belum memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya, yang mayoritas bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.
Hashim menyebut bahwa data tersebut diperoleh Prabowo dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Kepala BKPK Muhammad Yusuf Ateh, yang telah dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Ini data yang Pak Prabowo dapatkan dari Luhut dan Ateh (BKPK), dan dikonfirmasi oleh LHK, bahwa jutaan hektar kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha perkebunan sawit nakal yang telah diingatkan namun belum melakukan pembayaran hingga saat ini,” kata Hashim.