Konflik Israel: Tepi Barat Berpotensi Jadi Gaza Baru

by -19 Views

Pada malam Rabu (30/1/2025), jet tempur Israel melancarkan serangan udara di desa Tamoun, Tepi Barat, menewaskan sedikitnya 10 orang. Otoritas kesehatan Palestina menyatakan bahwa jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah seiring proses evakuasi dan pencarian korban selanjutnya. Militer Israel mengklaim bahwa target serangan ini adalah sel militan Palestina berdasarkan informasi intelijen. Namun, kesaksian warga mengindikasikan bahwa serangan itu sebenarnya menghantam sebuah rumah di kawasan padat penduduk, menyebabkan korban jiwa di kalangan warga sipil.

Eskalasi terbaru terjadi dalam operasi militer Israel yang semakin intensif terhadap kelompok bersenjata Palestina di wilayah yang diduduki. Sebelum pecahnya perang di Gaza pada Oktober 2023, serangan udara Israel di Tepi Barat jarang terjadi. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Israel semakin sering menggunakan kekuatan udara untuk menyerang kelompok bersenjata Palestina yang dianggap sebagai ancaman.

Pihak Israel mengklaim bahwa operasi militer di Tepi Barat diperlukan sebagai respons terhadap serangan militan Palestina yang semakin meningkat terhadap warga Israel, termasuk aksi penembakan. Namun, dari perspektif Palestina, serangan militer Israel justru meningkatkan kebencian dan memperpanjang siklus kekerasan. Di tempat lain, pasukan Israel juga terus melakukan serangan besar-besaran di kamp pengungsi Jenin, menewaskan minimal 18 warga Palestina.

Hamas mengutuk serangan Israel di desa Tamoun dan berduka atas kematian korban, meskipun tidak mengklaim korban sebagai anggota mereka. Hamas menyerukan kepada warga Palestina di Israel dan Tepi Barat untuk melawan Israel sebagai bentuk balasan atas serangan tersebut. Meskipun terdapat gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza untuk mengakhiri perang dan memfasilitasi pertukaran sandera, perjanjian tersebut tidak mencakup Tepi Barat, sehingga operasi militer Israel masih terus berlanjut di wilayah ini.

Di Gaza sendiri, warga Palestina yang kembali ke wilayah utara Gaza menemukan rumah mereka hancur akibat lebih dari 15 bulan perang. Banyak yang kehilangan keluarga dan teman, sementara lingkungan mereka berubah menjadi puing-puing kehancuran. Situasi di wilayah tersebut semakin tegang dan menuntut upaya yang lebih besar untuk menyelesaikan konflik yang terus berlangsung.