Organisasi Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan memberikan diskon tarif penyeberangan selama masa Lebaran 2025. Menurut Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, situasi industri penyeberangan saat ini tidak mendukung untuk memenuhi permintaan pemerintah tersebut.
Salah satu alasan utama keberatan Gapasdap adalah bahwa tarif penyeberangan yang berlaku saat ini masih jauh di bawah harga pokok produksi (HPP). Dalam analisis pada tahun 2019, tarif yang ada hanya mencakup sekitar 31,81% dari HPP. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan signifikan dalam struktur tarif industri penyeberangan.
Khoiri juga menyoroti bahwa perhitungan tarif tersebut dilakukan ketika nilai tukar dolar AS masih rendah, sementara saat ini telah mengalami kenaikan yang signifikan. Selain itu, lonjakan harga berbagai komponen operasional seperti bahan bakar, perawatan kapal, dan proses docking juga menambah beban operator kapal penyeberangan.
Gapasdap menekankan perlunya kajian mendalam terkait kebijakan diskon tarif penyeberangan yang harus memperhatikan aspek ekonomi dan operasional. Jika tidak ada kompensasi yang jelas, dampaknya bisa sangat berat bagi industri penyeberangan dan berpotensi mengurangi armada yang beroperasi.
Sebagai wadah pengusaha penyeberangan, Gapasdap menuntut agar pemerintah mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan sebelum mengambil keputusan terkait tarif. Keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan keberlanjutan usaha penyeberangan harus menjadi prioritas dalam pengaturan kebijakan.
Dengan adanya keberatan ini, diharapkan terjadi dialog antara pemerintah dan pelaku industri untuk menemukan solusi terbaik yang tidak hanya menguntungkan masyarakat pengguna jasa penyeberangan, tetapi juga menjaga keberlangsungan industri transportasi air nasional.