Bank Dunia merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk tetap menggunakan standar perhitungan garis kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini disampaikan oleh Bank Dunia dalam Lembar Fakta berjudul “The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia” yang diterbitkan pada 13 Juni 2025. Bank Dunia menilai data yang digunakan oleh BPS lebih sesuai untuk merancang program bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan bantuan lainnya. Sebelumnya, Bank Dunia telah menaikkan garis kemiskinan dunia dengan mempertimbangkan penggunaan purchasing power parity (PPP) terbaru, yaitu 2021 PPP.
Dokumen Bank Dunia yang berjudul “June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP)” merevisi tiga garis kemiskinan setelah mengadopsi 2021 PPP. Penggunaan PPP merupakan metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Dengan garis kemiskinan terbaru, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan Indonesia pada 2024 sebesar 68,3%. Bank Dunia mengakui perbedaan definisi kemiskinan nasional dan internasional, dengan alasan definisi tersebut digunakan untuk tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah untuk digunakan dalam konteks negara sendiri, sementara garis kemiskinan dari Bank Dunia digunakan untuk perbandingan global. Bank Dunia menegaskan bahwa garis kemiskinan nasional Indonesia tetap relevan untuk kebijakan di tingkat negara. Dengan adopsi garis kemiskinan terbaru dari Bank Dunia, terdapat perbedaan yang signifikan dengan garis kemiskinan versi BPS. BPS mencatat jumlah orang miskin di Indonesia pada September 2024 sebesar 8,57%, jauh lebih rendah daripada perkiraan Bank Dunia. Jumlah orang miskin juga ditetapkan oleh BPS berdasarkan tingkat kemiskinan provinsi pada September 2024.