Kebijakan tarif impor sebesar 19% dari pemerintah Amerika Serikat telah membuat eksportir dalam negeri mengalami kesulitan dalam menjaga daya saing produknya di pasar global. Salah satunya adalah Teluk Gayo, sebuah UMKM produsen kopi yang berasal dari Gayo, Aceh, yang harus membatalkan pengiriman ke Amerika Serikat karena tarif impor yang tinggi. Pembeli dari Amerika Serikat menginginkan harga pembelian biji kopi termasuk dalam tarif impor, hal ini membuat margin keuntungan menjadi tipis dan berisiko merugi bagi para eksportir seperti Teluk Gayo.
Mayoritas produksi Teluk Gayo merupakan biji kopi jenis green bean yang diekspor ke China, Jepang, dan Amerika Serikat. Dengan terhambatnya akses pasar ke Amerika Serikat, pemilik Teluk Gayo, Iqbal Arisa, berharap pemerintah dapat membuka akses ke pasar baru di kawasan lain seperti Asia Selatan, Asia Tengah, bahkan Eropa. Pasar kopi domestik di Indonesia masih belum sekuat pasar luar negeri, terutama dari segi permintaan.
Teluk Gayo menjual berbagai grade biji kopi dengan harga bervariasi sesuai dengan grade-nya. Setiap negara tujuan ekspor memiliki preferensi sendiri terhadap jenis kopi, seperti pembeli dari China yang menyukai kopi semi-washed dan kopi luwak liar. Pemerintah Indonesia masih melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat untuk memberikan tarif impor 0% bagi beberapa komoditas unggulan Indonesia, termasuk kakao, kopi, dan minyak sawit mentah. Ini diharapkan bisa membantu eksportir seperti Teluk Gayo untuk tetap bersaing di pasar global.