Pemutusan hubungan kerja atau PHK telah menjadi momok bagi banyak orang di Indonesia, namun hal ini tidak menghambat pertumbuhan ekonomi negara. Bahkan, pada kuartal II-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,12%. Hal ini mengejutkan mengingat biasanya PHK dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan menurunkan konsumsi rumah tangga. Namun, konsumsi rumah tangga justru mengalami pertumbuhan di kuartal tersebut.
Menurut Direktur Program dan Kebijakan Prasasti Center for Policy Studies, Piter Abdullah, korban PHK di Indonesia banyak yang diselamatkan oleh digitalisasi ekonomi. Hal ini memungkinkan mereka untuk tetap bekerja sebagai pekerja lepas, gig worker, atau pelaku UMKM. Meskipun terkena PHK, mereka masih dapat menghasilkan dan berkonsumsi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga masih menyumbang sebesar 54,25% terhadap PDB dan tumbuh sebesar 4,97% yoy di kuartal II-2025. Meskipun tren PHK diprediksi akan terus berlanjut di tahun 2025, hal ini menjadi perhatian serius bagi pihak terkait.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, mengungkapkan bahwa survei yang dilakukan oleh Apindo menunjukkan bahwa PHK bukan lagi peristiwa musiman, namun telah menjadi gejala serius yang membutuhkan perhatian. Angka PHK yang terus meningkat juga tercatat oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, peralihan tenaga kerja dari formal menjadi informal, seperti gig worker, menjadi perhatian tersendiri. Menurut Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Arief Anshory Yusuf, perekonomian yang hanya mengandalkan pekerja informal sulit untuk berkelanjutan dalam jangka panjang. Hal ini mengingat sektor pertanian dan perdagangan, yang mendominasi tenaga kerja, memberikan upah lebih rendah dibanding sektor manufaktur. ini menjadi perhatian penting bagi keberlangsungan ekonomi Indonesia ke depan.