Jakarta, CNBC Indonesia – Angkatan kerja laki-laki usia produktif di Amerika Serikat (AS) semakin banyak yang menganggur. Bahkan, banyak dari mereka yang semakin enggan mencari kerja.
Berdasarkan data Biro Statistik Tenaga Kerja AS, sebagaimana dilansir CNBC Internasional, tingkat pengangguran untuk pria usia produktif sebesar 3,4% pada Agustus 2024. Pria usia produktif dalam kategori ini yakni mereka yang berusia 25-54 tahun.
Sebagaimana diketahui, usia rentang produktif itu berisi kalangan Gen Z yang merupakan generasi kelahiran 1997-2012 dengan usia 12-27 tahun, Milenial yaitu generasi yang lahir pada 1981-1996 dan saat ini berusia 28-43 tahun, dan Gen X yang lahir pada 1965-1980 dengan usia 43-59 tahun.
Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, saat ini ada sekitar 10,5% pria usia produktif yang tidak bekerja dan tidak juga sedang mencari pekerjaan. Jumlah tersebut setara 6,8 juta orang. Angka itu naik pesat dari catatan pada 1954 yang persentasenya sebesar 2,5%.
Pengamat ekonomi politik American Enterprise Institute Nicholas Eberstadt mengatakan, menurunnya tingkat partisipasi angkatan kerja usia produktif di AS ini akan mengancam perekonomian negara.
“Penurunan jangka panjang dalam partisipasi angkatan kerja di kalangan pria usia produktif adalah kekhawatiran yang luar biasa bagi masyarakat kita, ekonomi kita, dan mungkin sistem politik kita,” kata Nicholas dikutip Minggu (22/9/2024).
Pemicu utama dari makin banyaknya jumlah pria yang kini terpental dari angkatan kerja di Amerika Serikat adalah karena makin banyak yang tidak melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi atau universitas.
“Dampak besar dari kelompok yang tidak berpendidikan tingkat perguruan tinggi pada kemampuan mereka untuk masuk dan tinggal di pasar tenaga kerja,” kata Jeff Strohl, direktur Pusat Pendidikan dan Tenaga Kerja di Universitas Georgetown.
Studi dari Pew Research Center juga menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, semakin sedikit pria muda yang mendaftarkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi, berkorelasi dengan data makin banyak pria yang tidak berpendidikan perguruan tinggi yang terdepak dari pasar tenaga kerja.
“Mereka dulu lulus dengan pendidikan sekolah menengah dan memiliki pekerjaan yang stabil,” menurut Carol Graham, peneliti senior studi ekonomi di Brookings Institution.
“Sejak itu, karena pertumbuhan yang didorong oleh teknologi dan sedikit akibat persaingan dengan Tiongkok, Anda kini memiliki banyak perusahaan manufaktur dan tempat-tempat di mana sebelumnya sangat produktif, kini seperti kota hantu,” tegas Carol.
(hsy/hsy)