Data dari Observatorium Pajak Uni Eropa (UE) menunjukkan bahwa pajak para miliarder dapat menghasilkan US$250 miliar atau sekitar Rp3.988 triliun per tahun. Namun, jumlah ini hanya setara dengan 2% dari kekayaan total yang dimiliki oleh 2.700 miliarder di seluruh dunia. Menurut Laporan Penghindaran Pajak Global tahun 2024, banyak miliarder yang memarkir kekayaannya pada perusahaan-perusahaan cangkang untuk melindungi uang mereka dari pajak penghasilan. Hal ini dianggap berisiko merusak keberlanjutan sistem perpajakan dan penerimaan sosial terhadap perpajakan.
Observatorium juga mengatakan bahwa pajak pribadi para miliarder di Amerika Serikat (AS) mendekati 0,5%, lebih rendah dari Perancis yang memiliki pajak tinggi. Seruan agar warga terkaya menanggung lebih banyak beban pajak muncul karena keuangan publik menghadapi kesulitan dalam mengatasi populasi yang menua, kebutuhan pendanaan yang besar untuk transisi iklim, dan utang akibat Covid.
Meskipun diperlukan dorongan internasional yang terkoordinasi untuk mengenakan pajak kepada para miliarder, Observatorium menyebut beberapa langkah yang dapat dilakukan, seperti mengakhiri kerahasiaan bank dan mengurangi peluang perusahaan multinasional untuk mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan pajak rendah. Peluncuran pembagian informasi rekening secara otomatis pada tahun 2018 telah membantu mengurangi jumlah kekayaan yang disimpan di negara-negara bebas pajak.
Perjanjian tahun 2021 antara 140 negara juga akan membatasi perusahaan multinasional untuk mengurangi pajak dengan membukukan keuntungan di negara-negara dengan pajak rendah. Meskipun masih ada peluang untuk mengurangi tagihan pajak, Observatorium berharap bahwa langkah logis selanjutnya adalah menerapkan logika tersebut pada para miliarder, bukan hanya pada perusahaan multinasional.
Dorongan internasional yang luas untuk menerapkan pajak minimum terhadap para miliarder belum ada, namun Observatorium menyarankan bahwa “koalisi negara-negara yang bersedia” secara sepihak dapat memimpin upaya tersebut.