Pengusaha sawit di dalam negeri meyakini harga minyak sawit mentah (CPO) akan naik di atas US$ 1.000 per metrik ton pada tahun depan. Namun, kenaikan ini harus diimbangi dengan penurunan pasokan minyak nabati lainnya. Pemerintah telah menaikkan harga referensi untuk penetapan bea keluar dan tarif pungutan BPDPKS atas ekspor CPO selama 2 pekan ke depan, yaitu 1-15 November 2023, menjadi US$ 748,93 per metrik ton.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengungkapkan bahwa pergerakan harga CPO tahun depan dipengaruhi oleh produksi sawit tahun ini yang berkurang akibat dampak El Nino. Dengan produksi yang sedikit, stok akan berkurang dan harga akan naik. Penurunan produksi ini telah terlihat dari data Gapki, di mana produksi minyak sawit hanya mencapai 36,3 juta ton per Agustus 2023. Dari jumlah tersebut, ekspor produksi sawit, biodiesel, dan oleochemical mencapai 23,4 juta ton.
Eddy juga menyebut bahwa dampak El Nino dapat terasa hingga dua tahun ke depan, dan hal ini akan menyebabkan harga CPO naik jika pasokan minyak nabati lainnya, seperti minyak bunga matahari, kedelai, dan zaitun, turun. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penurunan harga CPO tahun ini adalah pasokan minyak nabati yang berlebih di pasar global. Pasokan minyak nabati dari bunga matahari, misalnya, sangat melimpah. Negara-negara seperti Rusia yang biasanya mengimpor CPO, kini malah menawarkan ekspor.
Eddy juga menambahkan bahwa progres penanaman ulang (replanting) kelapa sawit mengalami perlambatan, terutama di lahan petani kecil. Hal ini disebabkan karena petani kecil enggan melakukan replanting karena takut kehilangan penghasilan saat harus menebang pohon kelapa sawitnya.
Pada akhir artikel, disertakan juga artikel terkait yang membahas ramalan terbaru harga CPO pada tahun 2023.