Pemeriksaan Pertama! DJP Menjalankan Penyidikan Kasus Pajak Secara In Absentia

by -70 Views

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan proses penyidikan secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka untuk pertama kalinya. Proses penyidikan ini dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur II pada Kamis (26/10/2023).

Dalam penyidikan ini, terungkap bahwa terdapat tindak pidana di bidang perpajakan yang telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2,74 miliar. Tindak pidana ini dilakukan melalui PT BBM dan PT RPM.

Penyidikan in absentia ini dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Timur II dengan melakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau tahap II atas tindak pidana perpajakan kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri Bojonegoro dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo.

Kegiatan penyerahan tahap II ini dilakukan tanpa kehadiran tersangka atau in absentia. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Meskipun demikian, dalam ketentuan tersebut juga disebutkan bahwa penyidik pajak wajib melakukan upaya maksimal untuk menghadirkan tersangka dalam proses penyidikan dan penyerahan tanggung jawab. Namun bila tersangka tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali dan tidak memberikan alasan yang wajar, penyidik berhak menyampaikan pemanggilan tersebut melalui media nasional atau internasional.

Selain itu, jika upaya maksimal tersebut tidak membuahkan hasil, tersangka dapat dimasukkan dalam daftar pencarian orang atau DPO. Dalam kasus ini, tersangka SLM telah diusulkan dan masuk dalam daftar DPO yang ditetapkan oleh Kepolisian.

Dalam proses penyidikan ini, tersangka SLM diduga melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan melalui PT BBM dan PT RPM. Perbuatan tersebut antara lain menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak benar, dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut ke kas negara. Tindakan ini dilakukan oleh tersangka dalam periode Januari 2018 hingga Desember 2019, dan menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2,37 miliar melalui PT BBM dan Rp 377,49 juta melalui PT RPM.

Sebagai akibat dari perbuatan pidana tersebut, tersangka SLM dapat dihukum dengan pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun, serta denda minimal dua kali hingga empat kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

Namun demikian, karena tersangka tidak ditemukan setelah upaya maksimal dilakukan, pemeriksaan oleh penyidik tidak dapat dilaksanakan. Hal ini salah satunya menjadi hambatan dalam menyelesaikan berkas perkara dan melaksanakan penyerahan tahap II kepada Penuntut Umum.

Penanganan tindak pidana di bidang perpajakan tanpa kehadiran tersangka dan/atau terdakwa diatur dalam Pasal 44D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.