Program bantuan sosial (bansos) mendapat sorotan khusus akhir-akhir ini, lantaran dianggap sebagai alat politik pada masa seperti Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa program-program bantuan sosial itu menjadi salah satu alat yang mampu menekan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2023.
Anggaran bansos atau perlindungan sosial pun telah terkucur hingga Rp 443,4 triliun sepanjang 2023. Mulai dari untuk program keluarga harapan (PKH); kartu sembako; bantuan langsung tunai El-Nino; subsidi BBM, Listrik, dan Bunga KUR; serta bantuan pangan.
Melalui berbagai program itu, Sri Mulyani menekankan, persentase penduduk miskin di Indonesia pada 2023 telah mencapai 9,36% atau dengan jumlah 25,90 juta orang berdasarkan data BPS Maret 2023. Turun dari Maret 2022 sebesar 9,54% atau 26,16 juta orang.
“Dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus, program-program APBN yang sangat menekankan pada aspek bantuan sosial, keadilan kepada masyarakat paling rentan kita lihat tingkat kemiskinan kita menurun,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN 2023, di kantornya, Jakarta, dikutip Kamis (4/1/2023).
Namun, dengan tingkat kemiskinan yang menurun ke 9,57% itu, kemampuan pemerintah untuk mempercepat pengurangan kemiskinan menjadi sorotan beberapa kalangan ekonom. Setiap, ratusan triliunan APBN telah digelontorkan untuk program bantuan sosial setiap tahunnya, penduduk miskin di Indonesia masih banyak.
Dibanding negara tetangga, tingkat kemiskinan di Indonesia itu masih terbilang banyak, sebab dibanding Malaysia dan Vietnam, mereka berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya ke kisaran 6% pada 2022.
Selama dekade terakhir, Bank Dunia bahkan mencatat kemiskinan di Vietnam menurun secara signifikan. Tingkat kemiskinan turun dari 16,8% menjadi 5%, dan lebih dari 10 juta orang berhasil keluar dari kemiskinan.
Ekonom yang juga merupakan Direktur of Public Policy Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan, turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia juga sebetulnya rasional karena ekonomi Indonesia tumbuh seiring dengan bonus demografi.
Namun, dia menekankan dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan pemerintah mengurangi kemiskinan itu menurun. Sejak Maret 2019 sebetulnya tingkat kemiskinan Indonesia sudah di bawah dua digit, yakni 9,82%. Namun, sejak itu hingga kini angkanya masih sebatas di kisaran 9%.
“Artinya, ada kondisi program dan non program yang mempengaruhi progress penurunan kemiskinan. Dari segi program, banyak mistargeting dan dari segi non program berkaitan dengan inflasi, dan penurunan ekonomi global,” kata Media kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/1/2023).
Oleh sebab itu, Media menekankan, semakin banyak anggaran bansos belum tentu dampaknya langsung menurunkan angka kemiskinan. Masalahnya pun kata dia bukan dari jumlah anggaran yang diberikan, melainkan berasal dari program yang dibuat dan penyalurannya.
“Problemnya bukan dari jumlah anggarannya tetapi dari kualitas program dan penyalurannya. Beberapa program subsidi juga tidak tepat sasaran seperti subsidi minyak, LPG dan listrik, yang sebagian dinikmati masyarakat menengah atas,” tegas Media.
Media pun sudah mengulas permasalahan bansos terhadap penduduk miskin ini dalam paper berjudul ‘The Impact of Conditional Cash Transfers on Low-Income Individuals in Indonesia yang dipublikasikan ASEAS pada Juni 2022.
Hasil dari penelitan yang dimuat dalam paper itu menunjukkan bahwa program bansos seperti PKH memang mampu meningkatkan pengeluaran konsumsi penerimanya. Namun terdapat dampak yang heterogen seperti program ini tidak signifikan berdampak bagi masyarakat miskin pada tingkat pengeluaran terendah.
“Para penerima manfaat ini kemungkinan besar mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dan uang saku yang lebih sedikit; kebanyakan dari mereka juga perempuan,” tegas Wahyudi dalam papernya itu.