Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal aturan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan terkait insentif untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024 dan PMK nomor 9 tahun 2024.
PMK No.8 tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Lalu, PMK No.9 tahun 2024 tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengungkapkan guyuran insentif yang diberikan oleh pemerintah tidak lain untuk mendorong masyarakat beralih menggunakan mobil listrik (Electric Vehicle/EV) dari saat ini masih mayoritas menggunakan kendaraan berbasis Bahan Bakar Minyak (BBM) atau ICE (Internal Combustion Engine).
“Iya dong (mendorong masyarakat beralih ke EV). Jadi saya terangi ilmunya sebentar, harga EV sama harga ICE itu beda jauh, itu sudah sepakat dan semua aklamasi sama dan ini kan barang baru, ini kan banyak yang belum bisa didepresiasi, waktu juga pendek. Nah untuk mengurangi itu, maka dicari supaya harga mendekati, jadi untuk dorong ev mendekati ICE ada dua cara, dengan fiskal dan non fiskal,” jelas Agus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/02/2024).
Peraturan Menteri Keuangan itu salah satu poinnya yaitu menetapkan pemangkasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kendaraan listrik (EV) menjadi 1% dari 11%. Agus menilai, pemerintah menentukan besaran pajak tersebut sebagai insentif fiskal bagi masyarakat yang membeli kendaraan listrik.
“Jadi (PPN) 11% jadi 1%, kalau ICE masih 11%. Kalau beli Avanza ya PPN 11%, kalau ada mobil listrik sekelas Avanza PPN-nya 1%. Itu salah satu caranya untuk mendorong harganya turun. Jadi kenapa harganya supaya turun supaya orang tertarik buat beli EV,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pemerintah juga memberikan insentif non fiskal kepada masyarakat yang membeli EV. Agus menyebutkan, salah satunya adalah keleluasaan mobil listrik dalam mengakses jalan-jalan yang terbatas bagi mobil berbasis BBM.
“Kalau non fiskal jalan tertentu gak boleh lewat, kalau mobil listrik boleh. Walau ada jam-jamnya dia boleh,” tandasnya.
Seperti diketahui, dalam PMK 8/2024, pemerintah memberikan insentif bagi masyarakat yang ingin membeli mobil listrik berupa pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% jika memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang ditetapkan pada 2024 ini.
Dengan demikian, warga yang membeli mobil listrik hanya dikenakan PPN sebesar 1%, sementara 10%-nya ditanggung pemerintah (DTP).
Hal itu tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 PMK, yang menyebut “Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung Pemerintah atas penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan/ atau KBL Berbasis Baterai Bus Tertentu yang memenuhi kriteria nilai TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan/ atau huruf b sebesar 10% dari harga jual.”
Sedangkan, untuk pembelian bus listrik insentif pajak yang ditanggung pemerintah sebesar 5%. Artinya, pembeli hanya harus membayar PPN sebesar 6% dari harga jual.
Adapun PPN DTP diberikan untuk masa pajak Januari – Desember 2024 jika memenuhi TKDN.
Sebelumnya, pemerintah juga memberikan insentif 10% kepada pembeli mobil listrik di 2023 melalui PMK Nomor 38 Tahun 2023 tentang hal yang sama.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga membebaskan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil listrik secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked Down/CKD).
Kebijakan itu diatur dalam PMK 9/2024. PMK ini dirilis untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, menarik minat investasi, meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di dalam negeri, dan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal.
Aturan ini telah diundangkan pada 12 Februari 2024. Pada Pasal 3 PMK No. 9 Tahun 2024 tersebut disebutkan PPnBM impor kendaraan berbasis listrik (KBL) CBU dan CKD roda empat ditanggung pemerintah sebesar 100% atau sepenuhnya. Namun, kebijakan ini hanya diberikan untuk masa pajak Januari-Desember 2024.
“PPnBM yang terutang atas impor KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu yang ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah PPnBM yang terutang,” tulis PMK tersebut.
Beleid ini menegaskan bahwa insentif pajak diberikan kepada pengusaha yang memenuhi persyaratan, dibuktikan dengan surat persetujuan pemanfaatan insentif impor dan/atau penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang investasi.
Pengusaha wajib membuat dokumen pemberitahuan impor barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan; dan laporan realisasi PPnBM ditanggung Pemerintah.
Dokumen pemberitahuan impor barang wajib mencantumkan, nomor dan tanggal surat persetujuan pemanfaatan insentif impor, kode fasilitas impor, c. merk, tipe dan varian, nomor rangka, dan kode Harmonized System (HS).