Arab Saudi Tidak Suka Jika Kamala Harris Menjadi Presiden Amerika Serikat

by -41 Views

Arab Saudi kemungkinan tidak akan senang jika Kamala Harris, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) saat ini, benar-benar menjadi presiden Paman Sam. Hal ini setidaknya diyakini oleh sejumlah pengamat yang merujuk kepada Putra Mahkota Arab Saudi sekaligus Perdana Menteri (PM) Mohammed bin Salman (MBS).

Sosoknya yang dekat dengan aktivis hak asasi manusia (HAM) menjadi penyebab. Harris bisa mengungkap catatan buruk Arab Saudi yang suram soal HAM, salah satunya adalah kematian kontributor Washington Post, Jamal Khashoggi, yang sering dikaitkan dengan MBS.

“Kandidat presiden liberal seperti Kamala Harris, yang dekat dengan aktivis hak asasi manusia juga akan menjadi khawatir,” kata pengamat lembaga penelitian Stimson Center, Mathew Burrows, dalam sebuah wawancara yang dilansir oleh Business Insider.

“Putra Mahkota Mohammed khawatir bahwa, di bawah pemerintahan Harris yang liberal, Partai Demokrat akan lebih vokal dalam menyoroti catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang suram,” tambahnya.

Saat berkampanye, petahanan Presiden AS Joe Biden sempat menyentuh isu kematian Khashoggi di Turki tahun 2018. Dia bahkan berjanji untuk mengambil tindakan tegas terhadap Arab Saudi.

Harris juga dalam kampanyenya pada tahun 2020, vokal tentang pembunuhan tersebut. Dia bahkan menyatakan bahwa “serangan terhadap jurnalis di mana pun” tidak dapat diterima dan mendukung undang-undang di Senat untuk mempublikasikan lebih banyak informasi tentang kematian warga Arab Saudi itu.

Harris mengatakan AS perlu secara mendasar mengevaluasi kembali hubungannya dengan Arab Saudi. Dia juga menekankan betapa AS seharusnya menanamkan pengaruh sesuai dengan nilai-nilai dan kepentingan Amerika.

Hal ini sempat menegangkan hubungan kedua sekutu pada awal pemerintahan Biden. Namun kesepakatan akhirnya tercapai dengan fokus menentang Iran dan mencari stabilitas di Timur Tengah.

“Harris dapat memperumit hal ini,” tambah Burrows.

“Calon presiden yang lebih konfrontatif dapat menjadi hambatan bagi tujuan AS dalam menormalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, sekutu penting AS di kawasan lainnya,” katanya merujuk upaya AS dalam beberapa tahun terakhir yang menjadi perantara normalisasi antara negara-negara Arab dan Israel, guna menyeimbangkan pengaruh regional Iran.

Harris juga merupakan pendukung utama hak-hak perempuan dan kelompok LGBTQ+. Ini semuanya, kata Burrows, secara hukum sangat rendah dalam hukum Arab Saudi di mana perempuan harus memiliki wali laki-laki dan hubungan sesama jenis adalah ilegal.

Sementara itu, Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, Fawaz Gerges, juga menyampaikan sentimen serupa. Menurutnya, mundurnya Biden mungkin akan menjadi kejutan bagi para penguasa Timur Tengah yang tidak terbiasa melepaskan kekuasaan dengan mudah.

“Motto mereka adalah ‘sampai maut memisahkan kita,” selorohnya merujuk kekuasaan penguasa kawasan itu.

Meski begitu, kedua pakar yakin para pejabat Arab Saudi mungkin akan mengharapkan adanya kontinuitas dari kepresidenan Harris, sehingga memperluas pendekatan Biden terhadap Timur Tengah.

Harris kini mendapat dukungan mayoritas dari Partai Demokrat setelah Biden mundur dari pemilihan presiden Amerika Serikat. Namun keputusan resmi partai belum diambil, kemungkinan akan diumumkan pada bulan Agustus.

Di sisi lain, Harris bisa menang melawan mantan Presiden AS ke-45, Donald Trump dalam pemilihan presiden. Bukti terbaru menunjukkan bahwa Harris unggul dalam jajak pendapat nasional.

Menurut jajak pendapat Reuters/Ipsos, Harris unggul dua poin dari Trump, dengan perbandingan 44% berbanding 42%. Survei dilakukan dua hari setelah Biden mengumumkan dukungan kepada Harris setelah mundur dari pencalonan presiden.

Meskipun sebelumnya baik Harris (59) maupun Trump (78) memiliki suara yang sama, di mana keduanya mentok pada 44%.

Dalam hasil jajak pendapat, Harris berhasil menetralisir lonjakan suara Trump setelah pengumuman Partai Republik. Namun, Harris masih belum diumumkan secara resmi sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, di mana keputusan akan diambil pada Rabu.

Dalam survei lain yang dilakukan oleh PBS News/NPR/Marist, Trump masih unggul tipis atas Harris dengan perolehan suara 46% berbanding 45%. Terdapat 9% pemilih yang masih ragu-ragu.

Jika kandidat dari pihak ketiga atau kandidat independen turut ambil bagian dalam kontestasi tersebut, Trump dan Harris memiliki persentase suara yang sama sebesar 4%. Sedangkan kandidat lainnya tertinggal jauh.

Survei PBS News menemukan bahwa 87% warga AS menganggap keputusan Biden untuk mundur sebagai langkah yang tepat, pandangan ini melanggar batas partai dan generasi.

Kedua survei tersebut dilakukan setelah Trump selamat dari upaya pembunuhan di Pennsylvania pada 13 Juli. Trump mempertahankan keunggulan sangat tipis 1,6 poin persentase terhadap Harris, menurut rata-rata jajak pendapat yang dikumpulkan oleh RealClearPolitics.