Hubungan antara Moskow dan London kembali memanas setelah Rusia mengusir dua diplomat Inggris dalam konflik baru-baru ini. Moskow menuduh Inggris sebagai provokator perang di Ukraina, sementara Amerika Serikat berupaya menengahi konflik tersebut di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Ketegangan antara Rusia dan Inggris bukan hal baru, namun semakin memburuk sejak perang di Ukraina terjadi pada 2022.
Menurut laporan dari badan intelijen luar negeri Rusia, SVR, London dinilai sebagai ancaman utama bagi Rusia hari ini. Pernyataan dari pejabat Rusia menyebutkan bahwa Inggris telah menjadi kekuatan penghasut utama di antara negara-negara Barat dalam menentang Rusia, dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dituduh memimpin langkah-langkah agresif terhadap Moskow.
Hubungan yang bergejolak antara Rusia dan Inggris telah terjadi selama beberapa abad terakhir, dengan Inggris dipandang sebagai musuh utama oleh Rusia. Situasi semakin memanas setelah Rusia menginvasi Ukraina, di mana terjadi konflik mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Langkah-langkah terbaru antara keduanya meliputi pengusiran diplomat dan pembekuan aset, serta turunnya perdagangan antara kedua negara.
Masa depan hubungan antara Inggris dan Rusia semakin suram, dengan sentimen anti-Inggris yang terus meningkat di Rusia. Retorika yang muncul menunjukkan ketidakpercayaan mendalam terhadap niat London terhadap Moskow. Sementara itu, ketegangan antara AS dan Uni Eropa juga memuncak, dengan ancaman tarif dan tindakan balasan yang terus menguat. Negosiasi antara AS dan Uni Eropa diprediksi tidak akan menghasilkan hasil yang produktif dalam waktu dekat. Semua faktor ini memperumit situasi geopolitik di kawasan Eropa dan merentangkan ketegangan antara negara-negara tersebut.