Luhut: RI Siap untuk Mengelola Tambang Nikel Setelah Penutupan Tambang Dunia

by -135 Views

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan angkat suara perihal isu banyaknya pertambangan nikel di beberapa negara yang tutup lantaran harga nikel dunia yang terperosok.
Luhut pun menegaskan, Indonesia tidak akan ikut-ikutan menutup tambang nikel.
“Ya biar aja tambang dunia tutup asal kita gak ikut-ikutan,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Kabar banyaknya pertambangan nikel yang tutup karena dinilai sebagai dampak dari anjloknya harga nikel dunia. Bahkan, Indonesia dinilai sebagai “biang kerok” atas kondisi ini. Banyaknya fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di RI saat ini membuat pasokan nikel RI membanjiri dunia.
Menanggapi hal itu, Luhut mengatakan harga nikel yang saat ini terperosok tidak disebabkan oleh program hilirisasi nikel di Indonesia. Dia menilai, harga nikel harus dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun terakhir.
“Kalau dibilang oversupply gak sepenuhnya benar, karena penambahan produksi nikel dari Indonesia menggantikan supply di negara lain yang tidak efisien,” ungkap Seto kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/01/2024).
Seto menjelaskan, data ekspor Indonesia selama Januari hingga November 2023 menunjukkan nilai ekspor produk turunan nikel mencapai US$ 31,3 miliar, naik 0,6% dibandingkan Januari sampai November 2022 yang sebesar US$ 31,13 miliar.
“Jadi walaupun turun harganya, pendapatan masih naik sedikit karena kenaikan volume,” ucapnya.
Di sisi lain, menurutnya harga nikel saat ini di level US$ 16.000-an masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15.000-an.
“Perlu diingat bahwa harga nikel sekarang US$ 16 ribu itu masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15 ribuan, bahkan masih lebih tinggi dibandingkan periode awal-awal kita melakukan hilirisasi tahun 2014-2019 yang harga rata-rata nikel di US$ 12 ribuan,” paparnya.
Perlu diketahui, terdapat penutupan operasi tambang nikel di Australia Barat, milik Wyloo Metals dan BHP.
Mengutip abc.net.au pada Selasa (23/1/2024), diketahui lebih dari 250 lapangan pekerja akan terkena dampak dari penutupan operasi di tambang nikel Australia milik Wyloo Metals.
Perusahaan milik miliarder Andrew Forrest tersebut telah mengonfirmasi bahwa tambang nikel Kambalda miliknya akan menghentikan sementara operasi pada tanggal 31 Mei. Hal ini seiring harga bahan baja tahan karat dan baterai yang merosot 45% dalam 12 bulan terakhir.
Hal ini terjadi hampir enam bulan setelah perusahaan swasta milik Forrest membayar AU$ 760 juta untuk mengakuisisi situs tambang Cassini, Long dan Durkin di Kambalda, yang mempekerjakan 44 pekerja Wyloo dan 220 kontraktor.
Penutupan ini menyusul pengehentian tambang nikel Savannah di Kimberley, bulan ini, dan keputusan First Quantum Minerals untuk menghentikan penambangan di tambang nikel Ravensthorpe di pantai selatan WA dan memangkas 30% tenaga kerjanya.
Dalam sebuah pernyataan, CEO Wyloo Luca Giacovazzi menggambarkan keputusan untuk menghentikan tambang Kambalda hanya bersifat sementara.
“Kami sedang menjajaki sejumlah opsi untuk masa depan bisnis kami dalam jangka panjang, termasuk mengembangkan konsentrator kami sendiri di wilayah Kambalda,” katanya.
“Prioritas kami adalah mendukung karyawan kami melalui transisi ini, dan kami akan bekerja sama dengan mitra kontraktor kami dan Fortescue untuk menjajaki peluang kerja potensial bagi karyawan yang terkena dampak,” tambahnya.
Selain itu, perihal harga nikel yang terperosok, harga nikel LME (cash) merosot sebesar 45% sepanjang tahun 2023 dan penurunan lebih lanjut diharapkan kembali terjadi tahun ini dengan perkiraan median untuk harga rata-rata nikel LME akan turun 23% di 2024.
Pasar nikel diperkirakan akan dibanjiri oleh pasokan dari Indonesia yang memiliki ambisi untuk menjadi pusat logam baterai global.
Adapun prospek suram harga nikel didasari atas ekspektasi bahwa pasokan nikel akan melebihi permintaan sebesar 240.500 ton pada tahun ini dan sebanyak 204.000 ton pada tahun 2025.
Hal ini menunjukkan kelebihan pasokan dalam jumlah besar di pasar global tahunan yang berjumlah tiga juta ton.
Mengutip Trading Economics, harga nikel per 6 Februari 2024 berada di level US$ 15.660 per ton, turun 3,62% dibandingkan periode yang sama minggu lalu atau turun 2,56% secara bulanan.