Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, menjelaskan permasalahan transparansi implementasi Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang mencuat di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah dijelaskan oleh Bank Indonesia. Kritik terhadap QRIS dan GPN muncul karena dianggap oleh pemerintahan Trump sebagai penyebab hambatan perdagangan non-tarif dengan AS. Namun, Wihadi menegaskan bahwa Bank Indonesia telah memberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Wihadi menyatakan bahwa review yang dilakukan oleh USTR kemungkinan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima oleh pemerintah Trump. Ia juga menjelaskan perbedaan antara layanan GPN dengan perusahaan sistem pembayaran dari AS seperti Visa dan Mastercard, di mana GPN berfokus pada layanan debit sementara Visa dan Mastercard fokus pada kartu kredit.
QRIS sendiri adalah alat pembayaran Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan transaksi secara cepat. Pembayaran melalui QRIS tidak diskriminatif dan dapat digunakan oleh seluruh industri jasa keuangan. Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior BI, menegaskan bahwa QRIS diterapkan dengan kerjasama setara dengan negara lain dan semua negara harus siap untuk terkoneksi bersama.
Terkait dengan layanan sistem pembayaran asal AS, Destry menyatakan bahwa tidak ada masalah yang signifikan di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki GPN, layanan kartu kredit dari Visa dan Mastercard masih mendominasi pasar. Menurutnya, kerjasama dalam sistem pembayaran harus dilakukan berdasarkan kesiapan masing-masing negara. Kesimpulannya, kerjasama dalam sistem pembayaran tetap terbuka dan harus dilakukan dengan prinsip kesetaraan.